Minggu, 21 Oktober 2012

Penyebab Naiknya Berat Badan



Aku Gemuk Lagi…Beratkupun tambah lagi! Singin with sing song BIP “Aku Gemuk Lagi”. Hehe,,, benar saja berat badanku jadi tambun begini, dari awalnya dulu tahun 2002-2003 sekitar 52Kg, sekarang Tahun 2012 jadi 75 Kg… ah yang bener saja masak naik sampe 23 Kg, ini sama saja kaya berat beras yang biasa dibeli sama emak neh, wew…hehe…
Tentunya tidak ada tahu menahu kenapa berat badan bisa naik begini, entah apa yang saya makan, tapi sepertinya dari tahun ketahun konsumsi makanan yang disediakan oleh emak juga tetep sama saja, gak ada bedanya, jadi sepertinya asumsi public yang mengatakan gemuk gara-gara makan terlalu banya juga kurang pas. Ada lagi yang mengatakan bertambahnya berat badan ini dikarenakan status yang telah berubah, yakni status sudah memiliki istri alias sudah menikah. Nah ini ini yang kadang menjadi perdebatan, apakah benar orang nikah bisa membuat berat badan menjadi naik? Apakah ada faktor-faktor yang lain? Dibawah ini saya sedikit mendapatkan jawaban, walaupun setelah membacanya saya sempat mengernyitkan dahi, walaupun artikel ini dikhusukan untuk perempuan, tapi tak apalah siapa tahu ada korelasinya dengan perubahan berat badan laki-laki, jadi silahkan dibaca mudah-mudahan bermanfaat.
Mitos para orang tua dulu mengatakan bahwa apabila sebelum menikah memiliki tubuh yang ramping karena dapat menjaga asupan makanan dan merawat bentuk tubuh namun setelah menikah akan mulai mengalami perubahan pada bentuk tubuh dan berat badan.
Hal tersebut dibuktikan melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh salah satu Universitas yang terkenal di Inggris, University Newcastle mengungkapkan ” bahwa wanita akan mengalami perubahan bentuk tubuh dan berat badan setelah menikah.
Sebuah survei dan fakta lain dengan meneliti kebiasaan makan pada 12.000 pasangan yang sudah menikah di Eropa, Amerika Utara dan Australia menunjukkan bahwa ” wanita lebih cenderung dan menjadi lebih sering makan makanan instan dan terbalik pada pria, Pria justru memperbaiki dan mengubah kebiasaan buruk pada pola makannya.
Berikut ini beberapa penyebab berat badan dan bentuk tubuh wanita cenderung dan sering mengalami kenaikan, diantaranya :
1. Mengikuti porsi pasangan
Pada sebagian wanita mungkin ketika sebelum menikah memiliki porsi makan yang normal namun setelah menikah keadaan tersebut berbalik. Tanpa anda sadari, porsi makan anda yang biasanya normal menjadi lebih banyak karena mengikuti kebiasaan makan pasangan. Pada pria biasa makanan lebih mudah menjadi otot dan pada wanita berdampak pada kenaikan berat badan dan perubahan bentuk tubuh, untuk menjadikan otot, wanita perlu olahraga lebih keras dan rutin.
2. Aktivitas makan jadi hiburan
Ketika anda berada di luar rumah untuk menghabiskan waktu berdua dengan pasangan. Anda dan pasangan pasti lebih sering menghabiskan waktu dengan makan terlebih dahulu, ditambah jika anda dan pasangan memiliki hobi kuliner dan senang mencoba berbagai jenis makanan. Makan memang bisa menjadi hiburan yang sangat efektif terutama ketika Anda dan pasangan menghabiskan waktu bersama. Apalagi banyak yang menyebut kalau makanan adalah pusat dari cinta. Namun tanpa disadari sudah berapa banyak lemak kalori yang sudah anda konsumsi, alhasil berdampak pada kenaikan berat badan lebih cepat.
3. Ngemil tengah malam
Kebiasaan mengemil pada saat santai atau sedang menonton tv atau aktivitas lainnya, namun paling sering dilakukan adalah mengemil saat malam hari menjelang tidur atau tengah malam. Makan di malam hari atau mengemil pada saat hendak tidur merupakan salah satu faktor utama mengapa tubuh cepat mengalami peningkatan berat badan. Cemilan atau makanan snack tidak mengandung gizi atau nutrisi yang dibutuhkan tubuh karena snack mengandung kalori tinggi dan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan anda yang berdampak pada suatu penyakit.
By Femmislim

Sejarah Che Guevara

"Saya bukanlah seorang pembebas. Pembebas itu tidaklah nyata. Rakyat mampu membebaskan diri mereka sendiri." Che Guevara (1928-1967)
Begitulah ungkapan seorang Che-Guevara ditengah-tengah melambungnya semangat reformasi di beberapa Negara di kawasan Amerika Latin. Namanya begitu dikenal oleh orang-orang di dunia, terutama di kalangan anak muda saat ini, banyak kita jumpai foto-foto lawas Che baik itu dalam bentuk poster maupun kaos. Bahkan  Mahasiswa-mahasiswa saat ini sepertinya wajib mengetahui sejarah dari Che ini. Karena dengan semangatnya untuk bergerak menantang segala bentuk diskriminasi, maka layaklah Che begitu di agung-agungkan sebagai symbol perlawanan saat ini.
Ernesto Guevara Lynch de La Serna atau biasa dikenal Che Guevara, lahir di Rosario, Argentina, 14 Juni 1928. Ada pula beberapa sumber yang mengatakan kelahiran Che adalah tanggal 14 Mei 1928. Che adalah seorang revolusioner yang dengan gigihnya dan pengorbanannya berhasil menundukkan pemerintahan Kuba yang saat itu dipimpin oleh Batista. Kisah Che tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan sahabat perjuangannya yaitu Fidel Castro. Sejarah Che yang begitu identik dengan Peci miring, Brewok, dan rambut ikalnya ini secara luas bisa anda baca pada link di bawah postingan ini, mudah-mudahan dengan semangat Che Guevara kita bisa mengambil sisi positif dalam kehidupan kita ke depan untuk selalu melawan segala bentuk kecurangan dan diskriminasi pada kaum yang termarjinalkan

Sabtu, 20 Oktober 2012

Mikrotik RB750

Dibawah ini ada tools untuk manajemen bandwitch internet, winbox adalah software untuk menjalankan mikrotik, ini sangat berguna bagi pengusaha warnet, perusahaan dan sejenisnya yang menggunakan jaringan LAN, karena dengan mikrotik ini anda bisa membatasi kecepatan download dan upload setiap komputer/laptop yang tersambung dalam satu LAN, selain itu silahkan download winbox

Selasa, 16 Oktober 2012

Teori-teori perkembangan peserta didik dan implikasi terhadap PBM



 Oleh: Miftakhur Rokhman
¨      TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET
Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4:
1.      Tahap Sensorik Motorik (0-2 tahun)
Sensorik motorik dipandang sebagai intelegensi praktis (practical intelegensi) yang berfaedah bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat dengan lingkungannya sebelum dia mampu berpikir mengenai apa yang ia perbuat terhadap lingkungannya. 
2.      Tahap Pra-Operational (2-7 tahun)
Pra operasional terjadi pada anak umur 2- 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna tentang obyek permanen. Artinya anak itu sudah memiliki kesadaran tetap eksistensinya sebuah benda yang sudah biasa ada.
3.   Tahap Concrete-Operational (7-11 tahun)
Pada periode Concrete-Operasional yang terjadi menjelang remaja anak mendapat tambahan kemampuan yang disebut sistem operasional (suatu langkah berpikir). Kemampuan ini berguna untuk memanaj pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu. Kemampuan bahasa dalam tahapan ini anak sudah mampu memanaj pandangan sendiri dengan pandangan orang lain. Akan tetapi dalam tahap ini anak masih dalam keterbatasan untuk memanaj pemikirannya.
3.      Tahap Formal Operational (11-15 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan anak memasuki remaja, anak akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pikiran concrete-operational tetapi tidak hanya berlaku bagi remaja saja tetapi juga berlaku pada saat dewasa hingga tua.




Implikasi terhadap PBM:
a)      Bahasa dan cara pandang anak berbeda dengan orang dewasa. Untuk itu, dalam mengajar guru alangkah baiknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
b)      Peserta didik akan belajar lebih baik apabila dapat menyesuaikan lingkungan dengan baik. Pendidik harus membantu agar peserta didik dapat berinteraksi dengan lingkungan secara optimal.
c)      Materi yang harus dipelajari peserta didik sebaiknya yang menurut mereka baru tapi tidak begitu sulit untuk menerimanya.
d)     Memberi peluang agar peserta didik dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

¨      TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF VIGOTSKY
Konsep teori Vigotsky tentang perkembangan kognitif adalah sebagai berikut:
1)      Hukum genetic tentang perkembangan
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran yaitu tataran sosial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran psikologis dalam diri orang yang bersangkutan. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan kontitutif terhadap pembentukan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang.   
2)      Zona perkembangan proksimal
Terdapat dua hal dalam perkembangan kognitif manusia yaitu perkembangan zona kedekatan dan perkembangan kontruksi atau pembentukan dalam perkembangan zona kedekatan (zona of proximal development), seorang anak memerlukan bantuan orang lain dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang belum bisa dikerjakan. Dalam perkembangan pembentukan peran interaksi sosial mendominasi pembentukan mental siswa, guru dapat berfungsi sebagai pengingat dan mendukung siswa dalam mendapatkan mental yang lebih tinggi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa.
Vigotsky tidak menggunakan tes intelegensi menurutnya itu hanyalah hasil penilaian pada saat anak itu dites. Motivasi, kesenangan, kesehatan, dan lingkungan tempat beraktifitas akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Hal ini disebutkan sebagai zona of proksimal development yaitu jarak antara kemampuan anak secara individu dengan kemampuannya pada saat mendapat bantuan memecahkan persoalan dari orang luar.
3)      Mediasi
Ada dua jenis mediasi yaitu mediasi meta kognitif dan mediasi kognitif. Mediasi meta kognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan regulasi diri meliputi self planning, self monitoring, self cheeking, dan self evaluating. Mediasi meta kognitif berkembang dalam komunikasi antara pribadi selama menjalani kegiatan bersama orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten menggunakan alat-alat semiotic untuk membantu mengatur tingkah laku anak. Mediasi kognitif yaitu penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu. Mediasi konitif dapat berkaitan dengan konsep spontan dan konsep ilmiah memecahkan masalah. Proses social yang membentuk seorang anak mempengaruhi tingkat perkembangan kognitifnya. Vigotsky membagi perkembangan kemampuan bahasa dalam 4 tahap yaitu:
a.       Preintellectual Speech : kemampuan yang telah dipersiapkan secara biologi untuk perkembangan selanjutnya memerlukan interaksi dengan pihak luar.
b.      Naïve psychology : mulai menyadari bahasa mempengaruhi daya pikirannya
c.       Egocentric speech : mulai mengucapkan pengetahuannya baik ada orang di sekitarnya atau tidak.
d.      Inner speech : memberikan fungsi yang sangat penting untuk menuntun dan merencanakan tingkah lakunya.

Implikasi terhadap PBM
Dalam penerapan teori belajar Vygotsky, seorang pendidik tidak hanya memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi peserta didik harus membangun pengetahuan didalam pikirannya sendiri. Pendidik hanya membantu proses ini dengan cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan relevan bagi siswa dengan memberikan kesimpulan untuk menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadari dan menggali strategi mereka sendiri untuk belajar.
Seorang pendidik juga harus paham karakteristik masing-masing peserta didik yang berhubungan dengan sosiokultural agar nantinya tercipta proses belajar nmengajar yang optimal

¨      TAHAP PERKEMBANGAN SOSIAL ERIKSON
Menurut Erikson, terdapat 8 fase perkembangan yang merupakan keberhasilan memecahkan konflik yang dialaminya, antara lain:
1.      Fase krisis yang pertama yaitu trust and mistrust (percaya dan tidak percaya) masa bayi usia 0- 2 tahun.
Erikson mengartikan masa itu anak semestinya dapat mengembangkan perasaan percaya atau perasaan aman bersama pengasuhnya. Yang penting adalah anak harus melalui tingkat berkembangnya lebih lancar. 
2.       Fase krisis yang kedua yaitu autonomy and shame (kemandirian dan rasa malu) masa usia 2- 3 tahun.
Pada usia ini anak mencoba untuk mandiri secara fisik yang memungkinkan kemampuan mereka untuk berjalan, lari tanpa dibantu orang lain lagi. Pada periode inilah kemampuan anak untuk percaya diri dikembangkan, ada rasa malu karena mereka merasa tidak mampu. Dalam hal ini orang tua perlu terus menggugah rasa percaya diri anak bahwa mereka dapat dan boleh menentukan hidup mereka sendiri tanpa tekanan.  
3.      Fase krisis ketiga yaitu inisiatif and guilt (rasa bersalah) masa usia 3- 6 tahun
Pada masa ini anak belajar berekspresi, belajar menertawakan diri, mulai memahami bahwa ada pribadi lain selain dirinya. Pada masa ini terletak dasar dalam diri anak untuk menjadi kreatif yang akan menjadi sangat penting pada masa berikutnya. Pada fase ini yang harus diciptakan yaitu identitas diri terutama berhubungan dengan jenis kelamin mereka karena pengaruh kelamin mulai dirasakan secara psikologis. A sense of purpose menurut Erikson anak menjadi tidak terganggu dengan perasaan bersalah. Anak dapat menentukan apakah mereka akan menjadi seperti ayah atau ibu tanpa perasaan bersalah dan anak tidak akan mengalami banyak kegelisahan karena meresa tidak dimengerti. 
4.      Fase krisis keempat yaitu mastery and inferiority (penguasaan dan rendah diri) masa usia 6- 12 tahun.
Pada masa inilah mereka baru mulai mampu berkomunikasi dengan anak lain sehingga mereka mulai dapat membentuk kelompok. Pada usia ini anak-anak sangat tertarik untuk belajar dan sangat sulit untuk berdiam diri. Anak yang melalui masa perkembangan ini dengan baik akhirnya anak akan memperoleh pelajaran dengan mendapatkan sense of mastery, suatu keyakinan bahwa mereka mampu menguasai masalah yang mereka hadapi. Anak-anak yang kehilangan kesempatan mengembangkan kompetensi mereka maka sense of mastery diganti oleh rasa rendah diri yang berdampak pda masa yang akan datang. Anak yang penuh rendah diri lebih sulit merasakan adanya kemampuan untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang yang penting.
5.      Fase krisis kelima yaitu ego- identity vs role confussion (identitas diri vs kekacauan peran) masa remaja 12- 18/20 tahun.
Masa ini adalah sumber utama untuk mengembangkan teori perkembangan psikososialnya. Pada masa ini yang terpenting adalah puncak dari semua yang selama ini dilalui dan akan digunakan untuk mengarungi hidup yaitu menciptakan identitas diri yang benar adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang dikumpulkan sampai saat ini dan menggabungkan semuanya menjadi suatu citra diri yang berguna bagi masyarakat. Salah satu faktor penting yang akan menentukan identitas diri adalah hadirnya Role Model yaitu seseorang yang bisa dijadikan contoh. Faktor penting lainnya adanya kejelasan bagaimana melangkah meninggalkan masa kanak-kanak menuju kedewasaan.    
6.      Fase krisis keenam yaitu intimacy and isolation (keintiman dan pengasingan) antara masa usia 20- 30 tahun.
Pada masa ini sudah dianggap dewasa dan bertanggung jawab penuh atas segala keberhasilan dan kegagalan. Pada masa ini mengenal dan mengizinkan untuk mengenal orang lain secara sangat dekat, atau masuk ke hubungan intim sedangkan kegagalan akan membuat terisolasi atau mengisolasi diri dari sekeliling. Keintiman dapat terjadi karena telah mengenal diri dan merasa cukup aman dengan identitas diri yang dimiliki. Jadi, pokoknya Intimacy adalah hubungan dua orang yang sudah matang dan mengenal diri masing-masing dan menciptakan suatu kesatuan yang mengahsilkan karya-karya yang lebih besar.
7.      Fase krisis ketujuh yaitu generativity and stagnation (perluasan dan stagnasi) masa usia antara pertengahan 20-50 tahun.
Pada masa ini keseimbangan antara Generativity dan Stagnasi. Generativity adalah rasa peduli yang sudah lebih dewasa dan luas daripada intimacy karena rasa kasih ini telah menggeneralisasi ke kelompok lain terutama generasi selanjutnya. Stagnasi adalah lawan dari generativity yakni terbatasnya kepedulian pada diri tidak ada rasa peduli pada orang lain. Orang yang mengalami stagnasi tidak lagi produktif untuk masyarakat karena mereka tidak bisa melihat hal lain selain hal itu menguntungkan diri mereka seketika.    
8.      Fase krisis kedelapan yaitu  integrity vs despair masa usia lanjut atau usia matang dimulai sekitar usia 60 tahun.
Masa ini masa terakhir dimana harus bersiap/sadar akan masanya sudah hampir selesai. Pada masa ini mengembangkan ego integrity, Integritas diri suatu harga untuk tidak takut mati karena telah melalui hidup dengan baik. Lawan dari rasa integritas diri ini adalah Despair atau putus asa. Orang yang putus asa pada usia lanjut ditandai dengan menyesal pada diri sendiri, terhadap kegagalan cara mereka menyia-nyiakan hidup.
Implikasi terhadap PBM
Pengembangan materi, strategi, sumber, metodologi, dan evaluasi belajar mengajar hendaknya memperhatikan tiga faktor, yaitu faktor pembawaan, lingkungan, dan kematangan.

¨      TAHAP PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG
Adapun tahapan perkembangan moral Kohlberg adalah sebagai berikut:
1)      Tingkat Pra-Konvensional
Pada masa ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakannya (hukuman fisik, penghargaan, tukar menukar kebaikan). Tingkat ini dibagi 2 tahap :
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan arti atau nilai manusiawi tidak diperhatikan. Seorang anak patuh terhadap suatu aturan, bukan karena faktor kesadaran internal, tetapi karena paksaan dari orang lain.
Tahap 2: Orientasi Instrumentalis
Pada tahap ini, tindakan seseorang telah diarahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan memperdaya orang lain. Anak akan mematuhi semua aturan, kalau aturan tersebut  membuat dirinya senang. Dia mungkin tidak akan taat kalau peraturan tersebut tidak membuat dirinya senang atau tidak menguntungkan dirinya.
2)      Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya. Kecenderungan orang pada tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan dirinya terhadap kelompok sosialnya. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap:
Tahap 3: Orientasi Kerukunan atau Orientasi Good Boy-Nice Girl
Pada tahap ini orang berpendapat bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong orang lain. Tujuan tidak lain, demi hubungan sosial yang memuaskan, maka diapun harus berperan sesuai dengan harapan keluarga, masyarakat atau bangsanya.
Tahap 4: Orientasi Ketertiban Masyarakat
Pada tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh keinginannya untuk menjaga tertib legal. Tingkah laku yang baik adalah memenuhi kewajiban, mematuhi hukum, menghormati otoritas, dan menjaga ketertiban masyarakat merupakan tindakan moral yang baik pada dirinya.   
3)      Tingkat Pasca-Konvensional atau Tingkat Otonom
Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subyek hukum dengan mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan kesejahteraan umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hukum dapat dirumuskan kembali. Perasaan yang timbul pada tahap ini adalah rasa bersalah dan yang menjadi ukuran keputusan moral adalah hati nurani. Tahap ini dibagi menjadi 2 yaitu:
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial
Pada tahap ini, cenderung ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum. Orang pada tahapan ini memfokuskan pada pandangan legal tapi juga menekankan kemungkinan mengubah hukum melalui pertimbangan rasional. Pada dasarnya individu menyadari dan meyakini bahwa dengan berbuat baik, maka ia akan diperlakukan dengan baik pula oleh orang lain.
Tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal
Pada tahap ini orang tidak hanya memandang sebagai subyek hukum tetapi juga sebagai pribadi yang dihormati. Respect for person adalah nilai pada tahap ini. Tindakan yang benar yaitu tindakan yang berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral universal.
Implikasi terhadap PBM
Perkembangan moral peserta didik dapat dibantu dengan cara mengembangkan dilemma moral. Untuk membangun kerja sama, interaksi saling membantu, memecahkan masalah bersama, dan diperlukan pengembangan kelompok belajar. Pendidik harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan melakukan tanya jawab dan diskusi. Siswa diberikan kesempatan untuk merefleksikan pengalaman-pengalamannya maka peranan guru yaitu menciptakan iklim yang dapat memberi rangsangan maksimal bagi siswa untuk mencapai tahap yang lebih tinggi.
Faktor penting dalam perkembangan moral adalah faktor kognitif terutama kemampuan berpikir abstrak dan luas.
 
¨      TAHAP PERKEMBANGAN AGAMA
   Tahap perkembangan agama terdiri dari 4 tahap yaitu:
  1. Masa anak-anak
Perkembangan kesadaran beragama pada usia anak-anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya terutama orang tua. Pada masa kanak-kanak kesadaran terhadap agama belum berkembang dengan baik. Ciri perkembangan agama pada masa anak-anak yaitu bersifat egosentris, ekspresif, inisiatif, spontanitas dan imajinatif.
  1. Masa remaja
Pada masa remaja sebenarnya tidak memerlukan pengawasan dan pengarahan seperti dilakukan pada masa anak-anak karena pada jiwanya telah tertanam nilai-nilai kesadaran. Namun tidak menutup kemungkinan lingkungan masih memiliki pengaruh dalam kehidupan beragama kaum remaja. Pada masa remaja akhir untuk pertama kali individu mampu memikul tanggung jawab penuh terhadap keyakinan agama mereka.
  1. Masa Dewasa Madya
Pada masa ini mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber dari agama maupun norma lain dalam kehidupan. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang tidak hanya ikut-ikutan. Cenderung bersifat realis sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. Bersikap positif terhadap ajaran agama dan berusaha untuk memperdalam pemahaman agama. Mereka bersikap labih terbuka dan realistis terhadap ajaran agama serta terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial.
  1. Masa dewasa akhir
Pada masa ini kesadaran beragama mereka mencapai tingkat kemantapan. Mereka cenderung lebih mudah menerima pendapat keagamaan. Adanya perasaan takut akan kematian berdampak pada pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan akhirat.

Implikasi terhadap PBM
Dalam pembinaan agama pada peserta didik sangat diperlukan pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya, semakin kecil umur anak hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama yang dilakukan pada peserta didik. Dan semakin bertambah umur anak, hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan sesuai dengan perkembangan yang dijelaskannya.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidik yang pertama adalah orang tua kemudian lingkungan (dunia luar). Sikap anak terhadap agama dibentuk pertama kali melalui pengalaman yang didapat dari orang tuanya kemudian disempurnakan dan diperbaiki oleh lingkungan (dunia luar). Dengan kata lain, pembiasaan sangatlah penting dalam pembinaan keagamaan anak. Pendidik hendaknya dapat memahami betul perkembangan jiwa agama yang sedang dilalui oleh peserta didik. Jadi, pelaksanakan pendidikan agama diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai agama pada peserta didik sehingga dapat berhasil melalui pendekatan dan metode yang sesuai.

Senin, 15 Oktober 2012

Pembagian/Macam-macam Zakat


  1. Zakat Gaji
Yang dimaksud dengan Gaji ialah upah kerja yang dibayar diwaktu yang tetap, dan di Indonesia gaji itu biasanya dibayar setiap bulan.[1] Di samping gaji yang merupakan penghasilan tetap setiap bulan, seorang pegawai/karyawan terkadang menerima honorarium sebagai balas jasa terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan di luar tugas pokoknya. Misalnya seorang dosen PTN mengajak beberapa vak yang melebihi tugas pokok mengajarnya, ia berhak menerima honorarium atas kelebihan jam mengajarnya. Selain penghasilan yang berupa gaji dan honorarium yang bisa diterima oleh seorang pegawai/karyawan negeri atau swasta, ada pula jenis penghasilan yang jumlahnya relatif besar melebihi gaji resmi seorang pegawai negeri golongan IV/c, seperti pengacara, notaris, konsultan, akuntan, dan dokter spesialis, dan profesi lainnya yang biasanya disebut white collar, ialah profesi modern yang tampaknya dengan mudah bisa mendatangkan penghasilan yang besar.
Bagaimana cara menzakati harta dari penghasilan yang tetap (gaji resmi), penghasilan yang tidak tetap (honorarium), dan penghasilan yang semi tetap dari profesi-profesi modern, yang biasanya dilakukan bukan sebagai pegawai negeri atau swasta, melainkan sebagai praktisi yang mandiri?
Zakat penghasilan tersebut diatas termasuk masalah ijtihadi, yang perlu dikaji dengan seksama menurut pandangan hukum syari’ah dengan memperhatikan hikmah zakat dan dalil-dalil syar’i yang berkaitan dengan masalah zakat.




Semua macam penghasilan tersebut terkena wajib zakat, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 :

hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”[2]
Kata “      “ adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang umum, yang artinya “apa saja”, jadi “                 “, artinya “sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik.” Maka jelaslah, bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dll) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan surat Al-Baqarah 267 tersebut mengandung pengertian yang umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya yang berupa sandang, pangan, papan beserta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja/usaha, kendaraan dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan atau bebas dari hutang, baik terhadap Allah seperti nazar haji yang belum ditunaikan maupun terhadap sesama manusia, kemudian sisa penghasilannya masih mencapai nisabnya, yakni senilai 93,6 gram emas dan telah genap setahun pemilikannya itu, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % dari seluruh penghasilan yang masih ada pada akhir tahun (haulnya).

  1. Zakat Saham dan Obligasi
Saham ialah surat berharga sebagai tanda bukti bahwa pemegangnya turut serta dalam permodalan suatu usaha, seperti NV, CV, firma, dst.
Kurs saham bisa berubah-ubah tergantung kepada maju mundurnya perusahaan/perseroan yang bersangkutan dan juga situasi ekonomi pada umumnya. Karena itu, pemegang saham bisa mendapat untung dan bisa rugi.
Pemilik saham wajib menzakati saham-sahamnya menurut kurs waktu mengeluarkan zakat beserta penghasilannya yang lain dan juga harta bendanya yang lain yang terkena zakat, apabila semuanya itu (saham dan lain-lain) telah mencapai nisabnya dan jatuh temponya (haul).
Menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham itu dizakati. Apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang menangani langsung perdagangan, seperti ekspor/impor berbagai komoditas nonmigas, atau memproduksi tekstil untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati seluruh sahamnya. Tetapi apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang tidak menangani langsung perdagangan atau tidak memproduksi barang untuk diperdagangkan, seperti perusahaan bus angkutan umum, penerbangan, pelayaran, perhotelan, dan lain-lain di mana nilai saham-saham itu terletak pada pabrik-pabrik, mesin-mesin, bangunan-bangunan dengan segala peralatannya dan lain-lain maka pemegang saham tidak wajib menzakati saham-sahamnya, tetapi hanya keuntungan dari saham-saham itu digabung dengan harta lain yang dimiliki oleh pemegang saham yang wajib dizakatinya.
Semua saham perusahaan, baik yang terjun dalam bidang perdagangan murni maupun dalam bidang perindustrian dan lain-lain, wajib dizakatinya menurut kurs pada waktu mengeluarkan zakatnya, sebab saham-saham itu sendiri adalah surat-surat berharga yang bisa diperjualbelikan dan kursnya bisa diketahui dengan mudah di bursa efek, dan dengan sendirinya zakatnya 2,5% setahun seperti zakat tijarah (perdagangan).
Obligasi ialah surat pinjaman dari pemerintah dan sebagainya yang dapat diperdagangkan dan biasanya dibayar dengan jalan undian tiap-tiap tahun.[3]
Kalau pemegang saham suatu perusahaan turut memiliki perusahaannya dan nilai/kurs saham-sahamnya bisa naik turun, sehingga pemilik sahamnya bisa untung dan rugi, seperti mudharabah (profit and loss sharing), maka berbeda dengan pemilik obligasi, sebab ia hanya memberi pinjaman kepada pemerintah, bank, dan lain-lain. Yang mengeluarkan obligasi dengan diberi bunga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu berlakunya obligasi itu. Menurut Mahmud Syaltut, eks Rektor  Universitas Al-Azhar Mesir. Islam tidak membolehkan obligasi, karena termasuk riba’ fadl, kecuali kalau benar-benar dalam terpaksa.
Mengenai zakat obligasi ini, selama si pemilik obligasi belum dapat mencairkan uang obligasinya, Karena belum jatuh temponya atau belum mendapat undiannya, maka ia tidak wajib menzakatinya, sebab obligasi adalah harta yang tidak dimiliki secara penuh, karena masih diutang, belum di tangan pemiliknya. Apabila sudah bisa dicairkan uang obligasinya, maka wajib segera dizakatinya sebanyak 2,5%. (Malik dan Abu Yusuf)

  1. Zakat Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu). Oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan zakat.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuwan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian, hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat, maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

4.   Cara menghitung zakat
Cara menghitung zakat penghasilan dari gaji, honorarium, dan lain-lain ialah :
1.      Ibrahim adalah seorang dosen PTN golongan 4/b dengan masa kerja 20 tahun, dan keluarganya terdiri dari suamni istri dan 3 anak. Penghasilan tiap bulan :
a. Gaji resmi dari PTN                                          Rp 400.000,00
b. Honorarium dari PTN                                       Rp   25.000,00
c. Honorarium dari beberapa PTS                         Rp 225.000,00
d. Honorarium lain-lain                                         Rp   50.000,00
                                                                              ____________
                                                                  Jumlah Rp 700.000,00
Pengeluaran setiap bulan :
a. Keperluan hidup pokok keluarga                      Rp 300.000,00
b. Angsuran kredit perumnas                                Rp   75.000,00
c. Dan lain-lain                                                      Rp   75.000,00
                                                                              ____________
                                                                  Jumlah Rp 450.000,00
Penerimaan            : Rp 700.000,00
Pengeluaran           : Rp 450.000,00
                              _____________
Sisa                          Rp 250.000,00 setiap bulan, setahun Rp 250.000,00 x 12 = Rp 3.000.000,00 dan sisa tersebut setiap bulannya didepositokan di bank dengan bunga keuntungan 18% setahun. Maka perhitungan zakatnya ialah : 2,5% X Rp 3.000.000,00 plus bunga dari bank. Tenyata ju8mlah zakatnya setahun cukup ringan, sedangkan hikmahnya sangat besar bagi, baik bagi diri Muzakki  dan keluarganya maupun bagi masyarakat dan negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat/Negara.

5.   Cara menghitung saham obligasi
Segala macam uang, kertas, cek, obligasi, saham-saham perusahan, dan sesamanya, apabila telah mencapai satu nishab dan telah haul, maka wajib zakat seperti emas.
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya, bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, ia telah kena wajib zakat, yakni sebesar 2,5%.
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram, yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.


DAFTAR PUSTAKA

Alqur’an dan terjemahan
Gustian Djuanda dkk, 2001, Pelaporan Zakat, Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Kep. Muktamar NU (1926-2004), Problematika Aktual Hukum Islam.
Masjfuk Zuhdi, 1987, Masail Fiqhiyah, Malang. Gunung Agung.


[1] Masjfuk Zuhdi, 1987, Masail Fiqhiyah, Malang. Gunung Agung.
[2] QS. Al_Baqarah : 267
[3] Masjfuk Zuhdi, op,cit,,hal 224

Sosiologi Agama



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang mau tidak mau akan berhadapan dengan lingkungan. Manusia selalu hidup secara bersama-sama, karena pada hakikatnya manusia saling membutuhkan (hidup komunal) dan tidak dapat hidup secara individual. Kenyataan ini membawa manusia pada perbedaan-perbedaan perspektif terhadap lingkungannya, dengan kata lain perbedaan seperti keyakinan (agama), organisasi, dan lain-lain adalah perbedaan yang dirasa lumrah di lingkungan manusia. Sebagai umat Muslim hendaknya kita dapat memaknai perbedaan adalah sebagai fitrah, bukan sebaliknya menjadi polemic dalam llingkungan.
Agama sebagai tonggak keyakinan yang dimiliki oleh setiap umat manusia diyakini adalah sebagai obat penawar hati untuk mengendalikan etika, moral setiap manusia yang meyakini agamanya. Dalam kehidupan sosial, agama menjadi hal yang paling vital sebelum bisa memaknai arti kehidupan secara interaktif. Bertolak belakang dengan beberapa pendapat sebelumnya, agama juga diyakini sebagai penyebab kehancuran hubungan masyarakat, mungkin dengan mengaca beberapa problem-problem agama yang telah banyak terjadi di masyarakat salahsatunya diakibatkan karena rasa fanatic yang terlalu berlebihan hingga akhirnya seseorang tersebut tidak dapat melihat yang mana kepentingan individu.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan beberapa pengertian tentang sosiologi dan agama, selain itu akan dijelaskan beberapa unsur-unsur terkait dalam pembahasan.tentang bagaimana hubungan masyarakat dan agama dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian sosiologi agama
2.      Apa hubungan antara sosiologi dan agama
3.      Sejauh mana pengaruh agama terhadap kehidupan bermasyarakat

C.    Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah:
1.      Memahami pengertian sosiologi agama
2.      Mengetahui hubungan antara sosiologi dan agama
3.      mengetahui pengaruh agama terhadap masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sosiologi
1.      Pengertian
Dalam pengertian yang masih umum, sosiologi merupakan studi tentang masyarakat yang mengemukakan sifat atau kebiasaan manusia dalam kelompok, dengan segala kegiatan, dan kebiasaan serta lembaga-lembaga yang penting sehingga masyarakat dapat berkembang terus dan berguna bagi kehidupan manusia, karena pengaturan yang mendasar tentang hubungan manusia secara timbal balik dan juga karena factor-faktor yang melibatkannya serta dari interaksi sosial berikutnya.
Segala factor dan pola-pola kegiatannya serta konsekuensi-konsekuensi proses interaksi di antara individu dengan individu dan kelompok-kelompok adalah pokok-pokok persoalan yang penting dari sosiologi.[1]
Menurut Pitirim Sorokin, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga dan gejala moral) dengan gejala non sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari cirri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Menurut Roucek dan Warren, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
Sedangkan Willian F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf menyatakan bahwa Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers, Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Max Weber, sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
William Kornblum, Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Menurut Allan Jhonson, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu system sosial dan bagaimana system tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi system tersebut.[2]

2.      Ciri-ciri Utama Sosiologi
a.       Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.      Sosiologi bersifat teoretis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
c.       Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori lama.
d.      Bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya  fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

B.     Obyek Sosiologi
               Objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
               Menurut Maclver dan Page, Masyarakat adalah suatu system dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkahlaku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah.
               Ralph Linton mengatakan, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
               Sedangkan menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.





C.    Unsur-unsur Sosiologi
a.       Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoretis angka minimnya adalah dua orang yang hidup bersama.
b.      Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbulah  system komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut.
c.       Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
d.      Mereka merupakan suatu system hidup barsama. System kehidupan bersama manimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya.


 









D.    Agama dan Masyarakat
Agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime; sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu; sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab. Tetapi agama telah pula dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, dan mempertinggi fanatisme dan sifat tidak toleran, pengacuhan, pengabaian, tahayul dan kesia-siaan. Tetapi agama juga memperlihatkan kemampuannya melahirkan kecenderungan yang sangat revolusioner, seperti peristiwa pemberontakan petani pada abad ke-16 di Jerman. Emile Durkheim seorang pelopor sosiologo agama di Prancis mengatakan bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi, sedang Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Jelsa agama menunjukkan seperangkat aktivitas manusia dan sejumlah bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting. Yang menjadi masalah ialah bagaimana sosiologi seharusnya mendekati selektif mungkin (observasi dan analisa) aspek eksistensi sosial manusia yang berisi banyak dan kabur ini?[3]
Agama adalah suatu cirri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Banyak dari apa yang berjudul agama termasuk dalam superstruktur: agama terdiri atas tipe-tipe symbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka. Akan tetapi, karena agama juga mengandung komponen ritual, maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial.
Suatu agama ialah suatu system kepercayaan yang disatukan oleh praktik yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang dibolehkan dan dilarang-kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan suatu komunitas moral yang disebut gereja, semua mereka yang terpaut satu sama lain (Durkheim, 1965). Saya merumuskan agama sebagai seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan manusia dengan kondisi akhir eksistensinya (Bellah, 1964). Jadi agama dapat dirumuskan sebagai suatu system kepercayaan dan praktik di mana suatu kelompok manusia  berjuang menghadapi masalah-masalah akhir kehidupan manusia (Yinger, 1970).
Dalam ensiklopedi Islam Indonesia, agama berasal dari kata sansekerta, yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa (kitab suci mereka bernama Agama). Kata itu kemudian menjadi dikenal luas dalam masyarakat Indonesia. Akan tetapi, dalam penggunaannya sekarang, ia tidak mengacu kepada kitab suci tersebut. Ia dipahami sebagai nama jenis bagi keyakinan hidup tertentu yang dianut oleh suatu masyarakat, sebagaimana kata dharma (juga dari bahasa sansekerta), din (dari bahas Arab), dan religi (bahas Latin) dipahami.
Secara teologis, ulama Islam membagi agama-agama yang ada di dunia ini menjadi dua kelompok. Pertama, adalah agama wahyu, yakni agama yang diwahyukan Tuhan kepada rasul-Nya yang banyak, seperti kepada Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Isa dan terakhir kepada Nabi Muhammad. Keyakinan sentral dalam agama wahyu, yang diajarkan para rasul Tuhan itu, pada masa hidup masing-masing, tidak lain dari tauhidullah (mengesakan Allah), yakni mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan hanya kepada-Nya saja ubudiah serta ketaatan ditujukan secara langsung.
Kedua adalah agama bukan wahyu, yakni agama-agama yang muncul sebagai hasil budaya khayal, perasaan, atau pikiran manusia. Tidak semua yang dihasilkan oleh budaya manusia mesti bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh wahyu. Namun, agama-agama yang mempunyai akidah yang bertentangan dengan akidah  tauhidullah dapat ditegaskan sebagai agama bukan wahyu.[4]
Semua agama mengandung empat unsur penting
a.       Pengakuan bahwa ada kekuatan ghaib yang menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia.
b.      Keyakinan bahwa keselamatan kehidupan manusia tergantung adanya hubungan baik antara manusia dengan kekuatan ghaib itu.
c.       Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan ghaib itu seperti sikap takut hormat cinta penuh harap pasrah dan lain-lain.
d.      Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti: sholat, do’a, puasa, suka menolong, dll.[5]
Di atas tadi sudah dijelaskan bahwa agama dan masyarakat memiliki hubungan yang erat. Di sini perlu diketahui bahwa itu tidak mengimplikasikan pengertian bahwa “agama menciptakan masyarakat”. Tetapi hal itu mencerminkan bahwa agama adalah merupakan implikasi dari perkembangan masyarakat. Di dalam hal ini agama menurut Durkheim adalah sebuah fakta sosial yang penjelasannya memang harus diterangkan oleh fakta-fakta sosial lainnya.
Hal ini misalnya ditunjukkan oleh penjelasan Durkheim yang menyatakan bahwa konsep-konsep dan kategorisasi hierarkis terhadap konsep-konsep itu merupakan produk sosial. Menurut Durkheim totemisme mengimplikasikan adanya pengklasifikasian terhadap alam yang bersifat hierarkis. Obyek dari klasifikasi seperti “matahari”, “burung kakatua”, dll, itu memang timbul secara langsung dari pengamatan panca-indera, begitu pula dengan pemasukan suatu obyek ke dalam bagian klasifikasi tertentu. Tetapi ide mengenai “klasifikasi” itu sendiri tidak merupakan hasil dari pengamatan panca-indera secara langsung. Menurut Durkheim ide tentang “klasifikasi yang hierarjis”,  muncul sebagai akibat dari adanya pembagian masyarakat menjadi suku-suku dan kelompok-kelompok analog.[6]

E.     Pengertian Sosiologi Agama
Dalam berbagai literatur batasan atau definisi sosiologi agama (Sociology of religion) hampir tidak ada perbedaan yang sangat berarti. Namun demikian, perlu dikemukakan berbagai pengertian sosiologi agama menurut beberapa ahli sosiologi. J.Wach merumuskan sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang “interaksi” yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan, dan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya, juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi, dan stratifikasi sosial adalah tepat. Jadi, seorang sosiolog agama bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara masyarakat, kebudayaan, dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama, sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi mereka. Kelompok-kelompok pengaruh terhadap agama, fungsi-fungsi ibadat untuk masyarakat, tipologi dari lembaga-lembaga keagamaan, dan tanggapan-tanggapan agama terhadap tata duniawi, interaksi langsung maupun tidak langsung antara system-sistem religius dan masyarakat, dan sebagainya, termasuk bidang penelitian sosiologi agama.[7]
Sudah agak jelas apa yang telah dijelaskan di atas tentang sosiologi agama, sebab-sebab fenomena tentang sosiologi agama mempunyai dua cirri, yaitu:
a)      Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia.
b)      Agama sebagai institusi sosial
Aspek sosiologi agama dijabarkan demikian guna mencapai gambaran yang lebih jelas.
a)      Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia, dengan kata lain agama dapat dikatakan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungannya dan manusia dengan lainnya. Sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan.
b)      Agama sebagai institusi sosial, persoalan apakah agama itu seyogyanya tidak berbetuk institusi, atau sebaliknya, harus berbentuk institusi bukanlah masalah utama dari sosiologi. Masalah itu mungkin primer untuk teologi atau filsafat. Kenyataan yang ada dapat dikatakan: seluruh kegiatan dimulai dari kelahiran sampai kematian tidak lolos dari peraturan-peraturan yang dilembagakan. Demikan pula kehidupan beragama sebagai fakta sosial ternyata juga tidak luput dari mekanisme institussonal.[8]

F.     Lahir dan Berkembangnya Sosiologi Agama
Penjelasan yang bagaimanapun adanya tentang agama, tak akan pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Agama, yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia di mana kita memiliki berbagai catatan, termasuk yang biasa diketengahkan dan ditafsirkan oleh para ahli arkeologi.
Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan system sosial. Akan tetapi masalah agama berbeda dengan lembaga ekonomi yang berkaitan dengan kerja, produksi dan pertukaran.
Kelahiran sosiologi lazimnya dihubungkan dengan seorang ilmuwan Prancis bernama Auguste Comte (1798-1857), yang dengan kreatif menyusun sintesa berbagai macam aliran pemikiran, kemudian mengusulkan mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan dasar filsafat empiric yang kuat.
Sedangkan embrio minat memepelajari fenomena agama dalam masyarakat muali tumbuh sekitar pertengahan abad ke-19 oleh sejumlah sarjana Barat terkenal seperti Edward B. Taylor (1832-1917), Herbert Spencer (1820-1903), Friedrich H. Muller (1823-1917), James G. Fraser (1854-1941). Tokoh-tokoh ini lebih tertarik kepada agama-agama primitive. Akan tetapi, pengkajian masalah agama secara ilmiah dan terbina baru mulai sekitar tahun 1900. mulai saat itu hingga menjelang munculnya buku-buku sosiologi agama yang sering disebut dengan nama sosiologi agama klasik.[9]

G.    Obyek, Pendekatan dan Metode Sosiologi Agama
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada batasan mengenai sosiologi agama di atas, maka objek material sosiologi agama adalah masyarakat agama. Seperti masyarakat nonagama umumnya, masyarakat agama terdiri atas komponen-komponen konstitutif, seperti kelompok-kelompok keagamaan, institusi-institusi religius yang mempunyai cirri pola tingkah laku tersendiri, baik ke dalam maupun ke luar, menurut norma-norma dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh agama.
Jika dikatakan bahwa yang menjadi sasaran adalah masyarakat agama, sesungguhnya yang dimaksud bukanlah agama sebagai suatu system ajaran (dogma dan moral) itu sendiri, tetapi agama sejauh ia sudah mengejewantah dalam bentuk-bentuk kemasyarakatan yang nyata atau dengan kata lain agama sebagai fenomena sosial, sebagai fakta sosial yang dapat disaksikan dan sialami banyak orang. Untuk jelasnya sosiologi agama tidak membuat evaluasi mengenai ajaran dogma dan moral yang diyakini pemeluk-pemeluknya sebagai berasal dari “dunia luar”, dunia sacral yang jauh berbeda secara esensial dengan dunia empiris dan oleh karenanya juga tidak dapat disentuh oleh pengkajian empiris. Sebab memberi panilaian atas nilai-nilai adikodrati  (supraempiris) adalah tugas khusus dari teologi dogmatic dan teologi moral dan bukan kopotensi sosiologi agama.
Sedangkan dalam mencapai tujuannya sosiologi agama tidak berbeda dengan sosiologi umum, yaitu menggunakan metode observasi, interview, dan angket mengenai masalah-masalah keagaman yang dianggap penting dan sanggup memberikan data-data yang dibutuhkan. Dengan kata lain, seluruh proses pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif mengikuti tekhnik yang dipakai sosiologi umum.[10]

H.    Fungsi Sosiologi Agama
Akibat bagi sosiologi agama sebagai disiplin sudah jelas; sosiologi agama adalah suatu bagian integral dan bahkan sentral dari sosiologi pengetahuan. Tugasnya yang paling penting adalah untuk menganalisa unsure-unsur normatif dan kognitif di mana suatu universe yang dinyatakan secara sosial (yakni “pengtahuan” mengenai hal ini) diabsahkan.[11]
Kegunaan sosiologi dalam forum keilmuan merupakan suatu sumbangan yang tidak kecil bagi instansi keagamaan. Sebagaimana sosiologi positif telah membuktikan daya gunanya dalam hal mengatasi kesulitan yang muncul dalam masyarakat serta ,menunjukkan cara-cara ilmiah untuk perbaikan dan perkembangan masyarakat, demikian pula sosiologi agama bermaksud membantu para pemimpin agama dalam mengatasi masalah-masalah sosio-religius yang tidak kalah beratnya dengan masalah-masalah sosial nonkeagamaan. Dalam bidang teoretis di mana para ahli keagamaan memerlukan konsep-konsep dan resep-resep ilmiah praktis yang sulit diperoleh dari teologi, maka sosiologi agama dapat memberikan sumbangannya.akhir-akhir ini masyarakat dihadapkan dengan masalah-masalah sosial yang semakin krusial yang tidak lepas dari kekuatan-kekuatan sosial yang bersumber dari persoalan politik, ekonomi, budaya, dan juga keagamaan. Hal ini seringkali menimbulkan gejolak yang menjurus kepada gerakan-gerakan negatif yang bersifat kritis, dalam bentuk unjuk rasa, mimbar terbuka, demonstrasi, dan lain sebagainya. Semua ini bersumber dari perbedaan persepsi dan kecemburuan sosial. Ini kadang-kadang, jika tidak terkendalikan, akan menjurus kepada keberingasan massa.
Melihat begitu beratnya masalah yang dihadapi bangsa ini, maka ilmu yang layak diaharapkan sanggup memberikan jawaban yang khas dan tepat dalam masalah-masalah tersebut di atas tinggalah sosiologi agama. Demikian anggapan sejumlah agamawan terkemuka yang didukung penganut-penganutnya. Akan tetapi, apabila masalah itu dikaji secara sosiologis, masalah yang  bergejolak bukanlah masalah ortodoksi (dogma dan moral), melainkan hanya masalah kebudayaan, pendeknya masalah sosiologis. Misalnya tentang kepemimpinan agama yang membuat pemeluknya tertekan dan menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mencekam karena kurang memahami tekhnik organisasi dan penggunaan kekuasaan dalam situasi yang sudah berubah yang menuntut pergantian struktur dan system baru yang sesuai.[12]




























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sosiologi merupakan studi tentang masyarakat yang mengemukakan sifat atau kebiasaan manusia dalam kelompok, dengan segala kegiatan, dan kebiasaan serta lembaga-lembaga yang penting sehingga masyarakat dapat berkembang terus dan berguna bagi kehidupan manusia, karena pengaturan yang mendasar tentang hubungan manusia secara timbal balik dan juga karena factor-faktor yang melibatkannya serta dari interaksi sosial berikutnya.
            Sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang “interaksi” yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan, dan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya, juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi, dan stratifikasi sosial adalah tepat.

B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik itu dari penulisan redaksi ataupun dari referensi yang masih kurang. Menyadari kekurangan dan kelemahan kami, kami berharap saran dari pembaca makalah ini untuk memberikan masukan-masukan yang nantinya akan menjadi motivasi kami untuk selalu belajar. Kurang lebihnya kami ucapkan terimakasih dan maaf yang sebesar-besarnya.














DAFTAR RUJUKAN

Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta
Robert, Rolang. Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. 1995. PT Raja Grafindo Persada
Nottingham. K, Elizabet. Agama dan masyarakat. 1990.PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
O’dea, Thomas F. Sosiologi Agama. 1985. Jakarta: CV Rajawali
sosiologi\index.htm



[1] Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta. 10
[2] sosiologi\index.htm
[3] O’dea, Thomas F. Sosiologi Agama. 1985. Jakarta: CV Rajawali. Hal: 1-3
[4] Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta. Hal: 29-32
[5] Nottingham. K, Elizabet. Agama dan masyarakat. 1990.PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hal: 74
[6] http://media.isnet.org/islam/Etc/Durkheim.html
[7] Ibid. Hal: 22
[8] http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/hukum-islam/sosiologi-agama
[9] Ibid. hal: 23
[10] Ibid. Hal: 23-25
[11] Robert, Rolang. Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. 1995. PT Raja Grafindo Persada. Hal: 73
[12] Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta. Hal: 27

Total Tayangan Halaman

Its me

Its me

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More