Oleh: Miftakhur Rokhman
¨
TAHAP
PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET
Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif
anak menjadi 4:
1. Tahap Sensorik Motorik (0-2 tahun)
Sensorik motorik dipandang sebagai
intelegensi praktis (practical intelegensi) yang berfaedah bagi anak usia 0-2
tahun untuk belajar berbuat dengan lingkungannya sebelum dia mampu berpikir
mengenai apa yang ia perbuat terhadap lingkungannya.
2. Tahap Pra-Operational (2-7 tahun)
Pra operasional terjadi pada anak
umur 2- 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki
penguasaan sempurna tentang obyek permanen. Artinya anak itu sudah memiliki
kesadaran tetap eksistensinya sebuah benda yang sudah biasa ada.
3.
Tahap Concrete-Operational (7-11 tahun)
Pada periode Concrete-Operasional
yang terjadi menjelang remaja anak mendapat tambahan kemampuan yang disebut
sistem operasional (suatu langkah berpikir). Kemampuan ini berguna untuk memanaj
pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu. Kemampuan bahasa dalam tahapan
ini anak sudah mampu memanaj pandangan sendiri dengan pandangan orang lain. Akan
tetapi dalam tahap ini anak masih dalam keterbatasan untuk memanaj
pemikirannya.
3. Tahap Formal Operational (11-15 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan anak memasuki
remaja, anak akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pikiran
concrete-operational tetapi tidak hanya berlaku bagi remaja saja tetapi juga
berlaku pada saat dewasa hingga tua.
Implikasi terhadap PBM:
a) Bahasa dan cara pandang anak berbeda dengan
orang dewasa. Untuk itu, dalam mengajar guru alangkah baiknya menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berpikir anak.
b) Peserta didik akan belajar lebih baik apabila
dapat menyesuaikan lingkungan dengan baik. Pendidik harus membantu agar peserta
didik dapat berinteraksi dengan lingkungan secara optimal.
c) Materi yang harus dipelajari peserta didik
sebaiknya yang menurut mereka baru tapi tidak begitu sulit untuk menerimanya.
d) Memberi peluang agar peserta didik dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.
¨
TAHAP
PERKEMBANGAN KOGNITIF VIGOTSKY
Konsep teori Vigotsky tentang
perkembangan kognitif adalah sebagai berikut:
1) Hukum genetic tentang perkembangan
Setiap kemampuan seseorang akan
tumbuh dan berkembang melewati dua tataran yaitu tataran sosial tempat
orang-orang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran psikologis dalam diri
orang yang bersangkutan. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan
sosial sebagai faktor primer dan kontitutif terhadap pembentukan pengetahuan
dan perkembangan kognitif seseorang.
2) Zona perkembangan proksimal
Terdapat dua hal dalam perkembangan
kognitif manusia yaitu perkembangan zona kedekatan dan perkembangan kontruksi
atau pembentukan dalam perkembangan zona kedekatan (zona of proximal
development), seorang anak memerlukan bantuan orang lain dalam menyelesaikan
masalah atau tugas yang belum bisa dikerjakan. Dalam perkembangan pembentukan
peran interaksi sosial mendominasi pembentukan mental siswa, guru dapat
berfungsi sebagai pengingat dan mendukung siswa dalam mendapatkan mental yang
lebih tinggi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa.
Vigotsky tidak menggunakan tes
intelegensi menurutnya itu hanyalah hasil penilaian pada saat anak itu dites.
Motivasi, kesenangan, kesehatan, dan lingkungan tempat beraktifitas akan
mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Hal ini disebutkan sebagai zona of
proksimal development yaitu jarak antara kemampuan anak secara individu dengan
kemampuannya pada saat mendapat bantuan memecahkan persoalan dari orang luar.
3) Mediasi
Ada dua jenis mediasi yaitu mediasi
meta kognitif dan mediasi kognitif. Mediasi meta kognitif adalah
penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan regulasi diri
meliputi self planning, self monitoring, self cheeking, dan self evaluating.
Mediasi meta kognitif berkembang dalam komunikasi antara pribadi selama
menjalani kegiatan bersama orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten
menggunakan alat-alat semiotic untuk membantu mengatur tingkah laku anak. Mediasi
kognitif yaitu penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang
berkaitan dengan pengetahuan tertentu. Mediasi konitif dapat berkaitan dengan
konsep spontan dan konsep ilmiah memecahkan masalah. Proses social yang
membentuk seorang anak mempengaruhi tingkat perkembangan kognitifnya. Vigotsky
membagi perkembangan kemampuan bahasa dalam 4 tahap yaitu:
a. Preintellectual Speech : kemampuan yang telah dipersiapkan secara
biologi untuk perkembangan selanjutnya memerlukan interaksi dengan pihak luar.
b. Naïve psychology : mulai menyadari bahasa mempengaruhi daya
pikirannya
c. Egocentric speech : mulai mengucapkan pengetahuannya baik ada
orang di sekitarnya atau tidak.
d. Inner speech : memberikan fungsi yang sangat penting untuk menuntun dan merencanakan
tingkah lakunya.
Implikasi terhadap PBM
Dalam penerapan teori belajar
Vygotsky, seorang pendidik tidak hanya memberikan pengetahuan kepada peserta
didik, tetapi peserta didik harus membangun pengetahuan didalam pikirannya
sendiri. Pendidik hanya membantu proses ini dengan cara mengajar yang membuat
informasi menjadi sangat bermakna dan relevan bagi siswa dengan memberikan
kesimpulan untuk menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadari
dan menggali strategi mereka sendiri untuk belajar.
Seorang pendidik juga harus paham
karakteristik masing-masing peserta didik yang berhubungan dengan sosiokultural
agar nantinya tercipta proses belajar nmengajar yang optimal
¨
TAHAP
PERKEMBANGAN SOSIAL ERIKSON
Menurut Erikson, terdapat 8 fase
perkembangan yang merupakan keberhasilan memecahkan konflik yang dialaminya,
antara lain:
1. Fase krisis yang pertama yaitu trust and
mistrust (percaya dan tidak percaya) masa bayi usia 0- 2 tahun.
Erikson mengartikan masa itu anak
semestinya dapat mengembangkan perasaan percaya atau perasaan aman bersama
pengasuhnya. Yang penting adalah anak harus melalui tingkat berkembangnya lebih
lancar.
2. Fase
krisis yang kedua yaitu autonomy and shame (kemandirian dan rasa malu) masa
usia 2- 3 tahun.
Pada usia ini anak mencoba untuk
mandiri secara fisik yang memungkinkan kemampuan mereka untuk berjalan, lari
tanpa dibantu orang lain lagi. Pada periode inilah kemampuan anak untuk percaya
diri dikembangkan, ada rasa malu karena mereka merasa tidak mampu. Dalam hal
ini orang tua perlu terus menggugah rasa percaya diri anak bahwa mereka dapat
dan boleh menentukan hidup mereka sendiri tanpa tekanan.
3. Fase krisis ketiga yaitu inisiatif and guilt
(rasa bersalah) masa usia 3- 6 tahun
Pada masa ini anak belajar berekspresi,
belajar menertawakan diri, mulai memahami bahwa ada pribadi lain selain
dirinya. Pada masa ini terletak dasar dalam diri anak untuk menjadi kreatif yang
akan menjadi sangat penting pada masa berikutnya. Pada fase ini yang harus
diciptakan yaitu identitas diri terutama berhubungan dengan jenis kelamin
mereka karena pengaruh kelamin mulai dirasakan secara psikologis. A sense of
purpose menurut Erikson anak menjadi tidak terganggu dengan perasaan bersalah.
Anak dapat menentukan apakah mereka akan menjadi seperti ayah atau ibu tanpa
perasaan bersalah dan anak tidak akan mengalami banyak kegelisahan karena
meresa tidak dimengerti.
4. Fase krisis keempat yaitu mastery and
inferiority (penguasaan dan rendah diri) masa usia 6- 12 tahun.
Pada masa inilah mereka baru mulai
mampu berkomunikasi dengan anak lain sehingga mereka mulai dapat membentuk
kelompok. Pada usia ini anak-anak sangat tertarik untuk belajar dan sangat
sulit untuk berdiam diri. Anak yang melalui masa perkembangan ini dengan baik
akhirnya anak akan memperoleh pelajaran dengan mendapatkan sense of mastery,
suatu keyakinan bahwa mereka mampu menguasai masalah yang mereka hadapi.
Anak-anak yang kehilangan kesempatan mengembangkan kompetensi mereka maka sense
of mastery diganti oleh rasa rendah diri yang berdampak pda masa yang akan datang.
Anak yang penuh rendah diri lebih sulit merasakan adanya kemampuan untuk
mengembangkan kompetensi dalam bidang yang penting.
5. Fase krisis kelima yaitu ego- identity vs role
confussion (identitas diri vs kekacauan peran) masa remaja 12- 18/20 tahun.
Masa ini adalah sumber utama untuk
mengembangkan teori perkembangan psikososialnya. Pada masa ini yang terpenting
adalah puncak dari semua yang selama ini dilalui dan akan digunakan untuk
mengarungi hidup yaitu menciptakan identitas diri yang benar adalah
mengumpulkan semua pengetahuan yang dikumpulkan sampai saat ini dan
menggabungkan semuanya menjadi suatu citra diri yang berguna bagi masyarakat.
Salah satu faktor penting yang akan menentukan identitas diri adalah hadirnya
Role Model yaitu seseorang yang bisa dijadikan contoh. Faktor penting lainnya
adanya kejelasan bagaimana melangkah meninggalkan masa kanak-kanak menuju
kedewasaan.
6. Fase krisis keenam yaitu intimacy and isolation
(keintiman dan pengasingan) antara masa usia 20- 30 tahun.
Pada masa ini sudah dianggap dewasa
dan bertanggung jawab penuh atas segala keberhasilan dan kegagalan. Pada masa
ini mengenal dan mengizinkan untuk mengenal orang lain secara sangat dekat,
atau masuk ke hubungan intim sedangkan kegagalan akan membuat terisolasi atau
mengisolasi diri dari sekeliling. Keintiman dapat terjadi karena telah mengenal
diri dan merasa cukup aman dengan identitas diri yang dimiliki. Jadi, pokoknya
Intimacy adalah hubungan dua orang yang sudah matang dan mengenal diri
masing-masing dan menciptakan suatu kesatuan yang mengahsilkan karya-karya yang
lebih besar.
7. Fase krisis ketujuh yaitu generativity and
stagnation (perluasan dan stagnasi) masa usia antara pertengahan 20-50 tahun.
Pada masa ini keseimbangan antara Generativity
dan Stagnasi. Generativity adalah rasa peduli yang sudah lebih dewasa
dan luas daripada intimacy karena rasa kasih ini telah menggeneralisasi
ke kelompok lain terutama generasi selanjutnya. Stagnasi adalah lawan
dari generativity yakni terbatasnya kepedulian pada diri tidak ada rasa peduli
pada orang lain. Orang yang mengalami stagnasi tidak lagi produktif untuk
masyarakat karena mereka tidak bisa melihat hal lain selain hal itu
menguntungkan diri mereka seketika.
8. Fase krisis kedelapan yaitu integrity vs despair masa usia lanjut atau
usia matang dimulai sekitar usia 60 tahun.
Masa ini masa terakhir dimana harus
bersiap/sadar akan masanya sudah hampir selesai. Pada masa ini mengembangkan ego
integrity, Integritas diri suatu harga untuk tidak takut mati karena telah
melalui hidup dengan baik. Lawan dari rasa integritas diri ini adalah Despair
atau putus asa. Orang yang putus asa pada usia lanjut ditandai dengan menyesal
pada diri sendiri, terhadap kegagalan cara mereka menyia-nyiakan hidup.
Implikasi terhadap PBM
Pengembangan materi, strategi,
sumber, metodologi, dan evaluasi belajar mengajar hendaknya memperhatikan tiga
faktor, yaitu faktor pembawaan, lingkungan, dan kematangan.
¨
TAHAP
PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG
Adapun tahapan perkembangan moral Kohlberg
adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Pra-Konvensional
Pada masa ini seseorang sangat
tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk ini
dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakannya
(hukuman fisik, penghargaan, tukar menukar kebaikan). Tingkat ini dibagi 2
tahap :
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Pada tahap ini, baik atau buruknya
suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan
arti atau nilai manusiawi tidak diperhatikan. Seorang anak patuh terhadap suatu
aturan, bukan karena faktor kesadaran internal, tetapi karena paksaan dari
orang lain.
Tahap 2: Orientasi Instrumentalis
Pada tahap ini, tindakan seseorang telah
diarahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan memperdaya orang lain.
Anak akan mematuhi semua aturan, kalau aturan tersebut membuat dirinya senang. Dia mungkin tidak akan
taat kalau peraturan tersebut tidak membuat dirinya senang atau tidak
menguntungkan dirinya.
2) Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini seseorang
menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga,
masyarakat dan bangsanya. Kecenderungan orang pada tahap ini adalah
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan
dirinya terhadap kelompok sosialnya. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap:
Tahap 3: Orientasi Kerukunan atau Orientasi
Good Boy-Nice Girl
Pada tahap ini orang berpendapat bahwa tingkah
laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong orang lain. Tujuan tidak
lain, demi hubungan sosial yang memuaskan, maka diapun harus berperan sesuai
dengan harapan keluarga, masyarakat atau bangsanya.
Tahap 4: Orientasi Ketertiban Masyarakat
Pada tahap ini tingkah laku
seseorang didorong oleh keinginannya untuk menjaga tertib legal. Tingkah laku
yang baik adalah memenuhi kewajiban, mematuhi hukum, menghormati otoritas, dan
menjaga ketertiban masyarakat merupakan tindakan moral yang baik pada
dirinya.
3) Tingkat Pasca-Konvensional atau Tingkat Otonom
Pada tingkat ini, orang bertindak
sebagai subyek hukum dengan mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini
sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan kesejahteraan
umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hukum dapat
dirumuskan kembali. Perasaan yang timbul pada tahap ini adalah rasa bersalah
dan yang menjadi ukuran keputusan moral adalah hati nurani. Tahap ini dibagi
menjadi 2 yaitu:
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial
Pada tahap ini, cenderung
ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum. Orang pada
tahapan ini memfokuskan pada pandangan legal tapi juga menekankan kemungkinan
mengubah hukum melalui pertimbangan rasional. Pada dasarnya individu menyadari
dan meyakini bahwa dengan berbuat baik, maka ia akan diperlakukan dengan baik
pula oleh orang lain.
Tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal
Pada tahap ini orang tidak hanya
memandang sebagai subyek hukum tetapi juga sebagai pribadi yang dihormati. Respect
for person adalah nilai pada tahap ini. Tindakan yang benar yaitu tindakan
yang berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral
universal.
Implikasi terhadap PBM
Perkembangan moral peserta didik
dapat dibantu dengan cara mengembangkan dilemma moral. Untuk membangun kerja
sama, interaksi saling membantu, memecahkan masalah bersama, dan diperlukan
pengembangan kelompok belajar. Pendidik harus lebih banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan
melakukan tanya jawab dan diskusi. Siswa diberikan kesempatan untuk
merefleksikan pengalaman-pengalamannya maka peranan guru yaitu menciptakan
iklim yang dapat memberi rangsangan maksimal bagi siswa untuk mencapai tahap
yang lebih tinggi.
Faktor penting dalam perkembangan
moral adalah faktor kognitif terutama kemampuan berpikir abstrak dan luas.
¨
TAHAP
PERKEMBANGAN AGAMA
Tahap perkembangan agama terdiri dari 4 tahap
yaitu:
- Masa anak-anak
Perkembangan kesadaran beragama
pada usia anak-anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya terutama orang tua.
Pada masa kanak-kanak kesadaran terhadap agama belum berkembang dengan baik.
Ciri perkembangan agama pada masa anak-anak yaitu bersifat egosentris,
ekspresif, inisiatif, spontanitas dan imajinatif.
- Masa remaja
Pada masa remaja sebenarnya tidak
memerlukan pengawasan dan pengarahan seperti dilakukan pada masa anak-anak
karena pada jiwanya telah tertanam nilai-nilai kesadaran. Namun tidak menutup
kemungkinan lingkungan masih memiliki pengaruh dalam kehidupan beragama kaum
remaja. Pada masa remaja akhir untuk pertama kali individu mampu memikul
tanggung jawab penuh terhadap keyakinan agama mereka.
- Masa Dewasa Madya
Pada masa ini mereka sudah memiliki
tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang
bersumber dari agama maupun norma lain dalam kehidupan. Menerima kebenaran
agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang tidak hanya ikut-ikutan.
Cenderung bersifat realis sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan
dalam sikap dan tingkah laku. Bersikap positif terhadap ajaran agama dan
berusaha untuk memperdalam pemahaman agama. Mereka bersikap labih terbuka dan
realistis terhadap ajaran agama serta terlihat adanya hubungan antara sikap
keberagamaan dengan kehidupan sosial.
- Masa dewasa akhir
Pada masa ini kesadaran beragama
mereka mencapai tingkat kemantapan. Mereka cenderung lebih mudah menerima
pendapat keagamaan. Adanya perasaan takut akan kematian berdampak pada
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan akhirat.
Implikasi terhadap PBM
Dalam pembinaan agama pada peserta
didik sangat diperlukan pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya,
semakin kecil umur anak hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama
yang dilakukan pada peserta didik. Dan semakin bertambah umur anak, hendaknya
semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan
sesuai dengan perkembangan yang dijelaskannya.
Pembentukan sikap, pembinaan moral
dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidik yang
pertama adalah orang tua kemudian lingkungan (dunia luar). Sikap anak terhadap
agama dibentuk pertama kali melalui pengalaman yang didapat dari orang tuanya
kemudian disempurnakan dan diperbaiki oleh lingkungan (dunia luar). Dengan kata
lain, pembiasaan sangatlah penting dalam pembinaan keagamaan anak. Pendidik
hendaknya dapat memahami betul perkembangan jiwa agama yang sedang dilalui oleh
peserta didik. Jadi, pelaksanakan pendidikan agama diharapkan dapat menanamkan
nilai-nilai agama pada peserta didik sehingga dapat berhasil melalui pendekatan
dan metode yang sesuai.
0 komentar:
Posting Komentar