Senin, 15 Oktober 2012

Pembagian/Macam-macam Zakat


  1. Zakat Gaji
Yang dimaksud dengan Gaji ialah upah kerja yang dibayar diwaktu yang tetap, dan di Indonesia gaji itu biasanya dibayar setiap bulan.[1] Di samping gaji yang merupakan penghasilan tetap setiap bulan, seorang pegawai/karyawan terkadang menerima honorarium sebagai balas jasa terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan di luar tugas pokoknya. Misalnya seorang dosen PTN mengajak beberapa vak yang melebihi tugas pokok mengajarnya, ia berhak menerima honorarium atas kelebihan jam mengajarnya. Selain penghasilan yang berupa gaji dan honorarium yang bisa diterima oleh seorang pegawai/karyawan negeri atau swasta, ada pula jenis penghasilan yang jumlahnya relatif besar melebihi gaji resmi seorang pegawai negeri golongan IV/c, seperti pengacara, notaris, konsultan, akuntan, dan dokter spesialis, dan profesi lainnya yang biasanya disebut white collar, ialah profesi modern yang tampaknya dengan mudah bisa mendatangkan penghasilan yang besar.
Bagaimana cara menzakati harta dari penghasilan yang tetap (gaji resmi), penghasilan yang tidak tetap (honorarium), dan penghasilan yang semi tetap dari profesi-profesi modern, yang biasanya dilakukan bukan sebagai pegawai negeri atau swasta, melainkan sebagai praktisi yang mandiri?
Zakat penghasilan tersebut diatas termasuk masalah ijtihadi, yang perlu dikaji dengan seksama menurut pandangan hukum syari’ah dengan memperhatikan hikmah zakat dan dalil-dalil syar’i yang berkaitan dengan masalah zakat.




Semua macam penghasilan tersebut terkena wajib zakat, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 :

hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”[2]
Kata “      “ adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang umum, yang artinya “apa saja”, jadi “                 “, artinya “sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik.” Maka jelaslah, bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dll) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan surat Al-Baqarah 267 tersebut mengandung pengertian yang umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya yang berupa sandang, pangan, papan beserta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja/usaha, kendaraan dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan atau bebas dari hutang, baik terhadap Allah seperti nazar haji yang belum ditunaikan maupun terhadap sesama manusia, kemudian sisa penghasilannya masih mencapai nisabnya, yakni senilai 93,6 gram emas dan telah genap setahun pemilikannya itu, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % dari seluruh penghasilan yang masih ada pada akhir tahun (haulnya).

  1. Zakat Saham dan Obligasi
Saham ialah surat berharga sebagai tanda bukti bahwa pemegangnya turut serta dalam permodalan suatu usaha, seperti NV, CV, firma, dst.
Kurs saham bisa berubah-ubah tergantung kepada maju mundurnya perusahaan/perseroan yang bersangkutan dan juga situasi ekonomi pada umumnya. Karena itu, pemegang saham bisa mendapat untung dan bisa rugi.
Pemilik saham wajib menzakati saham-sahamnya menurut kurs waktu mengeluarkan zakat beserta penghasilannya yang lain dan juga harta bendanya yang lain yang terkena zakat, apabila semuanya itu (saham dan lain-lain) telah mencapai nisabnya dan jatuh temponya (haul).
Menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham itu dizakati. Apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang menangani langsung perdagangan, seperti ekspor/impor berbagai komoditas nonmigas, atau memproduksi tekstil untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati seluruh sahamnya. Tetapi apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang tidak menangani langsung perdagangan atau tidak memproduksi barang untuk diperdagangkan, seperti perusahaan bus angkutan umum, penerbangan, pelayaran, perhotelan, dan lain-lain di mana nilai saham-saham itu terletak pada pabrik-pabrik, mesin-mesin, bangunan-bangunan dengan segala peralatannya dan lain-lain maka pemegang saham tidak wajib menzakati saham-sahamnya, tetapi hanya keuntungan dari saham-saham itu digabung dengan harta lain yang dimiliki oleh pemegang saham yang wajib dizakatinya.
Semua saham perusahaan, baik yang terjun dalam bidang perdagangan murni maupun dalam bidang perindustrian dan lain-lain, wajib dizakatinya menurut kurs pada waktu mengeluarkan zakatnya, sebab saham-saham itu sendiri adalah surat-surat berharga yang bisa diperjualbelikan dan kursnya bisa diketahui dengan mudah di bursa efek, dan dengan sendirinya zakatnya 2,5% setahun seperti zakat tijarah (perdagangan).
Obligasi ialah surat pinjaman dari pemerintah dan sebagainya yang dapat diperdagangkan dan biasanya dibayar dengan jalan undian tiap-tiap tahun.[3]
Kalau pemegang saham suatu perusahaan turut memiliki perusahaannya dan nilai/kurs saham-sahamnya bisa naik turun, sehingga pemilik sahamnya bisa untung dan rugi, seperti mudharabah (profit and loss sharing), maka berbeda dengan pemilik obligasi, sebab ia hanya memberi pinjaman kepada pemerintah, bank, dan lain-lain. Yang mengeluarkan obligasi dengan diberi bunga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu berlakunya obligasi itu. Menurut Mahmud Syaltut, eks Rektor  Universitas Al-Azhar Mesir. Islam tidak membolehkan obligasi, karena termasuk riba’ fadl, kecuali kalau benar-benar dalam terpaksa.
Mengenai zakat obligasi ini, selama si pemilik obligasi belum dapat mencairkan uang obligasinya, Karena belum jatuh temponya atau belum mendapat undiannya, maka ia tidak wajib menzakatinya, sebab obligasi adalah harta yang tidak dimiliki secara penuh, karena masih diutang, belum di tangan pemiliknya. Apabila sudah bisa dicairkan uang obligasinya, maka wajib segera dizakatinya sebanyak 2,5%. (Malik dan Abu Yusuf)

  1. Zakat Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu). Oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan zakat.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuwan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian, hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat, maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

4.   Cara menghitung zakat
Cara menghitung zakat penghasilan dari gaji, honorarium, dan lain-lain ialah :
1.      Ibrahim adalah seorang dosen PTN golongan 4/b dengan masa kerja 20 tahun, dan keluarganya terdiri dari suamni istri dan 3 anak. Penghasilan tiap bulan :
a. Gaji resmi dari PTN                                          Rp 400.000,00
b. Honorarium dari PTN                                       Rp   25.000,00
c. Honorarium dari beberapa PTS                         Rp 225.000,00
d. Honorarium lain-lain                                         Rp   50.000,00
                                                                              ____________
                                                                  Jumlah Rp 700.000,00
Pengeluaran setiap bulan :
a. Keperluan hidup pokok keluarga                      Rp 300.000,00
b. Angsuran kredit perumnas                                Rp   75.000,00
c. Dan lain-lain                                                      Rp   75.000,00
                                                                              ____________
                                                                  Jumlah Rp 450.000,00
Penerimaan            : Rp 700.000,00
Pengeluaran           : Rp 450.000,00
                              _____________
Sisa                          Rp 250.000,00 setiap bulan, setahun Rp 250.000,00 x 12 = Rp 3.000.000,00 dan sisa tersebut setiap bulannya didepositokan di bank dengan bunga keuntungan 18% setahun. Maka perhitungan zakatnya ialah : 2,5% X Rp 3.000.000,00 plus bunga dari bank. Tenyata ju8mlah zakatnya setahun cukup ringan, sedangkan hikmahnya sangat besar bagi, baik bagi diri Muzakki  dan keluarganya maupun bagi masyarakat dan negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat/Negara.

5.   Cara menghitung saham obligasi
Segala macam uang, kertas, cek, obligasi, saham-saham perusahan, dan sesamanya, apabila telah mencapai satu nishab dan telah haul, maka wajib zakat seperti emas.
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya, bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, ia telah kena wajib zakat, yakni sebesar 2,5%.
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram, yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.


DAFTAR PUSTAKA

Alqur’an dan terjemahan
Gustian Djuanda dkk, 2001, Pelaporan Zakat, Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Kep. Muktamar NU (1926-2004), Problematika Aktual Hukum Islam.
Masjfuk Zuhdi, 1987, Masail Fiqhiyah, Malang. Gunung Agung.


[1] Masjfuk Zuhdi, 1987, Masail Fiqhiyah, Malang. Gunung Agung.
[2] QS. Al_Baqarah : 267
[3] Masjfuk Zuhdi, op,cit,,hal 224

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Its me

Its me

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More