- Zakat Gaji
Yang dimaksud dengan Gaji ialah upah kerja yang
dibayar diwaktu yang tetap, dan di Indonesia gaji itu biasanya dibayar
setiap bulan.[1] Di
samping gaji yang merupakan penghasilan tetap setiap bulan, seorang
pegawai/karyawan terkadang menerima honorarium sebagai balas jasa terhadap
suatu pekerjaan yang dilakukan di luar tugas pokoknya. Misalnya seorang dosen
PTN mengajak beberapa vak yang melebihi tugas pokok mengajarnya, ia berhak
menerima honorarium atas kelebihan jam mengajarnya. Selain penghasilan yang
berupa gaji dan honorarium yang bisa diterima oleh seorang pegawai/karyawan
negeri atau swasta, ada pula jenis penghasilan yang jumlahnya relatif besar
melebihi gaji resmi seorang pegawai negeri golongan IV/c, seperti pengacara,
notaris, konsultan, akuntan, dan dokter spesialis, dan profesi lainnya yang
biasanya disebut white collar, ialah profesi modern yang tampaknya
dengan mudah bisa mendatangkan penghasilan yang besar.
Bagaimana cara menzakati harta dari penghasilan yang
tetap (gaji resmi), penghasilan yang tidak tetap (honorarium), dan penghasilan
yang semi tetap dari profesi-profesi modern, yang biasanya dilakukan bukan
sebagai pegawai negeri atau swasta, melainkan sebagai praktisi yang mandiri?
Zakat penghasilan tersebut diatas termasuk masalah ijtihadi,
yang perlu dikaji dengan seksama menurut pandangan hukum syari’ah dengan
memperhatikan hikmah zakat dan dalil-dalil syar’i yang berkaitan dengan masalah
zakat.
Semua macam penghasilan tersebut terkena wajib zakat,
berdasarkan Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 267 :
“hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”[2]
Kata “ “
adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang umum, yang artinya “apa
saja”, jadi “ “, artinya
“sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik.” Maka
jelaslah, bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dll) terkena wajib
zakat berdasarkan ketentuan surat Al-Baqarah 267 tersebut mengandung pengertian
yang umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya
dan keluarganya yang berupa sandang, pangan, papan beserta alat-alat rumah
tangga, alat-alat kerja/usaha, kendaraan dan lain-lain yang tidak bisa
diabaikan atau bebas dari hutang, baik terhadap Allah seperti nazar haji yang
belum ditunaikan maupun terhadap sesama manusia, kemudian sisa penghasilannya
masih mencapai nisabnya, yakni senilai 93,6 gram emas dan telah genap setahun
pemilikannya itu, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % dari seluruh
penghasilan yang masih ada pada akhir tahun (haulnya).
- Zakat Saham dan Obligasi
Saham ialah surat
berharga sebagai tanda bukti bahwa pemegangnya turut serta dalam permodalan
suatu usaha, seperti NV, CV, firma, dst.
Kurs saham bisa berubah-ubah tergantung kepada maju
mundurnya perusahaan/perseroan yang bersangkutan dan juga situasi ekonomi pada
umumnya. Karena itu, pemegang saham bisa mendapat untung dan bisa rugi.
Pemilik saham wajib menzakati saham-sahamnya menurut
kurs waktu mengeluarkan zakat beserta penghasilannya yang lain dan juga harta
bendanya yang lain yang terkena zakat, apabila semuanya itu (saham dan
lain-lain) telah mencapai nisabnya dan jatuh temponya (haul).
Menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham itu
dizakati. Apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang
menangani langsung perdagangan, seperti ekspor/impor berbagai komoditas
nonmigas, atau memproduksi tekstil untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati
seluruh sahamnya. Tetapi apabila saham-saham itu berkaitan dengan
perusahaan/perseroan yang tidak menangani langsung perdagangan atau tidak
memproduksi barang untuk diperdagangkan, seperti perusahaan bus angkutan umum,
penerbangan, pelayaran, perhotelan, dan lain-lain di mana nilai saham-saham itu
terletak pada pabrik-pabrik, mesin-mesin, bangunan-bangunan dengan segala
peralatannya dan lain-lain maka pemegang saham tidak wajib menzakati
saham-sahamnya, tetapi hanya keuntungan dari saham-saham itu digabung dengan
harta lain yang dimiliki oleh pemegang saham yang wajib dizakatinya.
Semua saham perusahaan, baik yang terjun dalam bidang
perdagangan murni maupun dalam bidang perindustrian dan lain-lain, wajib
dizakatinya menurut kurs pada waktu mengeluarkan zakatnya, sebab saham-saham
itu sendiri adalah surat-surat berharga yang bisa diperjualbelikan dan kursnya
bisa diketahui dengan mudah di bursa efek, dan dengan sendirinya zakatnya 2,5%
setahun seperti zakat tijarah (perdagangan).
Obligasi ialah surat
pinjaman dari pemerintah dan sebagainya yang dapat diperdagangkan dan biasanya
dibayar dengan jalan undian tiap-tiap tahun.[3]
Kalau pemegang saham suatu perusahaan turut memiliki
perusahaannya dan nilai/kurs saham-sahamnya bisa naik turun, sehingga pemilik
sahamnya bisa untung dan rugi, seperti mudharabah (profit and loss
sharing), maka berbeda dengan pemilik obligasi, sebab ia hanya memberi
pinjaman kepada pemerintah, bank, dan lain-lain. Yang mengeluarkan obligasi
dengan diberi bunga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu berlakunya
obligasi itu. Menurut Mahmud Syaltut, eks Rektor Universitas Al-Azhar Mesir. Islam tidak
membolehkan obligasi, karena termasuk riba’ fadl, kecuali kalau
benar-benar dalam terpaksa.
Mengenai zakat obligasi ini, selama si pemilik
obligasi belum dapat mencairkan uang obligasinya, Karena belum jatuh temponya
atau belum mendapat undiannya, maka ia tidak wajib menzakatinya, sebab obligasi
adalah harta yang tidak dimiliki secara penuh, karena masih diutang, belum di
tangan pemiliknya. Apabila sudah bisa dicairkan uang obligasinya, maka wajib
segera dizakatinya sebanyak 2,5%. (Malik dan Abu Yusuf)
- Zakat Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan,
dokter, notaris, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang
tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu). Oleh karenanya bentuk kasab
ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan zakat.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khazanah
keilmuwan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan
ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian, hasil profesi
seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat, maka wajib baginya untuk
menunaikan zakat.
4. Cara
menghitung zakat
Cara menghitung zakat penghasilan dari gaji, honorarium, dan lain-lain
ialah :
1.
Ibrahim adalah seorang dosen PTN golongan 4/b dengan
masa kerja 20 tahun, dan keluarganya terdiri dari suamni istri dan 3 anak.
Penghasilan tiap bulan :
a. Gaji resmi dari PTN Rp
400.000,00
b. Honorarium dari PTN Rp 25.000,00
c. Honorarium dari beberapa PTS Rp
225.000,00
d. Honorarium
lain-lain Rp 50.000,00
____________
Jumlah
Rp 700.000,00
Pengeluaran setiap bulan :
a. Keperluan hidup pokok keluarga Rp
300.000,00
b. Angsuran kredit perumnas Rp 75.000,00
c. Dan lain-lain Rp 75.000,00
____________
Jumlah
Rp 450.000,00
Penerimaan : Rp 700.000,00
Pengeluaran : Rp 450.000,00
_____________
Sisa Rp 250.000,00 setiap bulan, setahun Rp
250.000,00 x 12 = Rp 3.000.000,00 dan sisa tersebut setiap bulannya
didepositokan di bank dengan bunga keuntungan 18% setahun. Maka perhitungan
zakatnya ialah : 2,5% X Rp 3.000.000,00 plus bunga dari bank. Tenyata ju8mlah
zakatnya setahun cukup ringan, sedangkan hikmahnya sangat besar bagi, baik bagi
diri Muzakki dan keluarganya
maupun bagi masyarakat dan negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat/Negara.
5. Cara
menghitung saham obligasi
Segala macam uang, kertas, cek, obligasi, saham-saham
perusahan, dan sesamanya, apabila telah mencapai satu nishab dan telah haul,
maka wajib zakat seperti emas.
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200
dirham (setara 672 gram perak). Artinya, bila seseorang telah memiliki emas
sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, ia telah kena wajib
zakat, yakni sebesar 2,5%.
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati
kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika
layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram, yang wajib dizakati
hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.
DAFTAR
PUSTAKA
Alqur’an dan
terjemahan
Gustian Djuanda dkk, 2001, Pelaporan Zakat,
Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta.
PT. Raja Grafindo Persada.
Kep. Muktamar NU
(1926-2004), Problematika Aktual Hukum Islam.
Masjfuk Zuhdi,
1987, Masail Fiqhiyah, Malang.
Gunung Agung.
[1] Masjfuk
Zuhdi, 1987, Masail Fiqhiyah, Malang.
Gunung Agung.
[2] QS. Al_Baqarah
: 267
[3] Masjfuk
Zuhdi, op,cit,,hal 224
0 komentar:
Posting Komentar