Senin, 15 Oktober 2012

Waris



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Waris adalah perpindahan harta pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. Waris merupakan salah satu ilmu yang sangat penting untuk dipelajari sebagaimana hadits Nabi yang artinya “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW barsabda “Wahai Abu Hurairah belajarlah faraidh dan ajarkanlah karena sesungguhnya faraidh itu separuh ilmu dan akan dilupakan serta akan dicabut dari umatku pertama kali’”. Waris sangat penting karena menyangkut harta peninggalan mayit, agar tidak terjadi perebutan di antara para ahli warisnya maka Allah telah menentukan ahli waris, yaitu ashabah (ahli waris yang telah ditentukan bagiannya dalam al-Qur’an) dan Dzawil Furudh (ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya tapi masih mempunyai hubungan dekat dengan pewaris).
Dalam komunitas masyarakat di Indonesia khususnya, pengetahuan tentang ilmu waris ini masih kurang sekali. Banyak masyarakat tidak memperhatikan tentang bagaimana tata cara, pembagian harta waris sesuai dengan anjuran agama Islam. Kecenderungan masyarakat seperti itu ternyata masih banyak ditemui. Apalagi dalam permasalahan pembagian harta waris untuk anak angkat. Dalam hukum Islam anak angkat tidak mendapatkan harta waris dari pewaris. Kecuali dalam pandangan KUHPer (Burgerlijk Wetboek). Sebagian masyarakat yang tidak mengetahuinya akan membagikan harta waris dengan sama rata, baik itu bagian untuk anak laki-laki, perempuan dan anak angkat.
Pada penelitian ini kami akan menguraikan bagaimana pandangan masyarakat desa Kalen-Kedungpring-Lamongan khususnya di lingkungan RT:5 RW: 2 tentang harta waris, di mana masih banyak ditemui kurangnya pemahaman tentang waris, baik itu pengertian maupun tentang jatah bagi anak angkat si pewaris. Dalam pemahaman tersebut terdapat dua landasan yang dijadikan kebiasaan oleh masyarakat pada umumnya, dalam menyikapi permasalahan harta waris, yakni landasan Normatifisme dan positivisme yang nantinya akan kami kembangkan pada pembahasan di bawah.

B.     Rumusan Masalah
1.       Bagaimana pemahaman masyarakat Kalen Kedungpring Rt 5 Rw 2 Lamongan  tentang hak warits untuk anak angkat.
2.       Bagaimana cara masyarakat Kalen Kedungpring Rt 5 Rw 2 Lamongan memberi bagian harta peninggalan untuk anak angkat.
3.      Bagaimana dampak positif dan negatif dapat tidaknya bagian waris bagi anak angkat.

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Kalen Kedungpring tentang hak waris anak angkat.
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara masyarakat Kalen Kedungpring Rt5 Rw2 Lamongan memberi bagian harta peninggalan untuk anak angkat.
3.      Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dapat tidaknya bagian harta waris untuk anak angkat.

D.    Manfaat Penelitian
Manfaat adanya penelitian ini adalah:
1.      sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang harta waris
2.      bagaimana pembagian harta waris untuk anak angkat secara adat/kebiasaan masyarakat sekitar desa Kalen-Kedungpring-Lamongan RT: 05 RW:02

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pedoman Review
            Anak angkat mendapatkan hak waris ketika anak angkat mengajukan ke pengadilan negeri dan hakin menetapkannya berdasarkan KUHPer (Burgerlijk Wetboek) sebagaimana yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut:
ü  Pasal 862 “jika si meninggal meninggalkan anak-anak luar kawin yang telah diakui dengan sah, maka warisan harus dibagi dengan cara yang ditentukan dalam empat pasal berikut”.
ü  Pasal 863 “jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewaris sepertiga dari bagian yang mereka sedianya harus mendapatnya andai kata mereka anak-anak yang sah; jika si meninggal tak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, akan tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas, ataupun saudara laki dan perempuan atau keturunan mereka, maka mereka mewaris setengah dari warisan; dan jika hanya ada sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh, tiga perempat”.
ü  Pasal 864 “dalam segala hal yang dimaksud dalam pasal yang lalu, warisan selebihnya harus dibagi antara para pewaris yang sah, dengan cara seperti yang ditentukan dalam bagian ke dua, dari bab ini”.
ü  Pasal 865 “jika si meninggal tak meninggalkan ahli waris yang sah, maka sekalian anak di luar kawin mendapat seluruh warisan”.
B.     Analisis
Setelah diadakan wawancara pada masyarakat Kalen Kedungpring Rt 5 Rw 2 Lamongan rata-rata masyarakat mengetahui apa sebenarnya yang disebut dengan waris tapi tidak semuanya mengetahui apakah anak angkat mendapatkan bagian waris atau tidak. Berikut hasil wawancaranya:
1.   Cak to alamatnya Kalen Kedungpring No. 19 Rt5 Rw2 Lamongan wawancara jam 10.00 WIB pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2008, seorang penjaga toko Lulusan Sekolah Menengah ke Atas. Ia mengatakan bahwa yang disebut dengan waris adalah harta benda yang diberikan orang tua kepada ahli waris yang berupa barang bergerak atau barang yang tidak bergerak. Ketika orang tua angkatnya mempunyai satu anak kandung, maka anak angkat mendapatkan hak waris 25% dari harta peninggalan orang tuanya, tapi jika ia merupakan anak tunggal dari keluarga yang mengangkatnya ketika orang tuanya meninggal maka ia mendapatkan seluruh harta peninggalan orang tuanya (100%). Ketika ada saudara dari ayah atau ibu angkatnya maka anak angkat mendapatkan seperempat dari harta waris. Anak angkat tetap diberikan waris berdasarkan realita yang ada dalam masyarakat. Dampak positif dari pemberian waris kepada anak angkat adalah bahwa ia benar-benar merasa seperti anak angkat yang sah menurut hokum maupun benar-benar diakui anak oleh orang tua angkatnya sedangkan dampak negatifnya tidak ada.
2.   Mbak Nency alamatnya Kalen Kedungpring No. 22 Rt5 Rw2 Lamongan wawancara jam 15.00 WIB pada hari Kamis tanggal 1 Januari 2009, bekerja sebagai seorang guru lulusan S 1 fakultas kimia. Orang yang akrab disapa Mbak Cy ini mengatakan waris adalah harta peninggalan orang tua baik masih hidup maupun sudah meninggal. Ketika orang tuanya mempunyai anak kandung, maka anak angkat kurang lebih mendapat bagian waris 25% dan jika anak angkat merupakan anak tunggal ia mendapatkan seluruh harta orang tua angkatnya. Ketika orang tua angkatnya mempunyai saudara, maka bagian anak angkat adalah 2/3 dari harta warisan. Anak angkat tetap mendapatkan waris hanya berdasarkan pada perkiraan karena kasihan kalau tidak mendapat warisan (sambil tersenyum). Dengan memberikan bagian waris bagi anak angkat ia tidak akan merasa iri kepada ahli waris yang sebenarnya seperti anak atau saudara-saudara dari si pewaris, tapi jika anak angkat tidak diberikan bagian waris takutnya anak angkat akibat merasa cemburu karena tidak diberi bagian waris akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan misalnya seperti membunuh para ahli waris agar ia bisa mendapatkan bagian waris.
3.   Mbak My alamatnya Kalen Kedungpring No. 35 Rt5 Rw2 Lamongan wawancara jam 18.00 WIB pada hari Kamis tanggal 1 Januari 2009, seorang pengantar jasa lulusan Fakultas bahasa Inggris Ia mengatakan waris adalah harta peninggalan orang tua yang diwariskan kepada anaknya. Ketika orang tua angkatnya mempunyai anak kandung dan saudara kandung, maka anak angkat tidak mendapatkan hak waris dari orang tua angkatnya begitu juga kalau anak angkat tersebut merupakan anak tunggal dari orang tua angkatnya anak angkat tetap tidak dapat bagian waris, tapi hanya mendapatkan wasiat, yaitu sepertiga dari harta orang tuanya (sambil berkata “kalau tidak salah dengar”). Anak angkat harus diberi bagian waris karena kalau tidak dia akan hidup dengan apa kalau seumpamanya ia tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika tidak diberi bagian waris ia akan merasa benar-benar tidak diperhatikan dan tidak disayangi oleh keluarga angkatnya.
            Dari hasil wawancara tersebut 2 orang adalah sarjana dan yang satu adalah lulusan Sekolah Menengah ke Atas, tanggapan mereka berbeda dikarenakan pengetahuan yang berbeda pula. Hasil wawancara itu masuk kepada aliran Normativisme karena berdasarkan realita yang ada di sekitar dan perkiraan bukan pengetahuan yang didapat dari ilmu pengetahuan (positivisme).
            Aliran Normativisme mengaitkan sesuatu dengan lingkungan hukum, yang menurut Plato hukum bukan sesuatu yang teramati, tetapi juga terkait dengan institusi lain seperti misi politik, ekonomi dan sebagainya. Hokum mengandung nilai dan hokum bekerja untuk mengekpresikan nilai-nilai tersebut.
            Pendapat pertama yang mengatakan bahwa ketika anak angkat bersama dengan satu anak kandung orang tua yang mengangkatnya, maka bagian hak warisnya adalah setengah dari harta orang tua angkatnya, begitu juga ketika orang tua angkatnya mempunyai saudara maka anak angkat mendapat bagian seperempat dari harta warisan orang tua angkatnya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 863 KUHPer (Burgerlijk Wetboek), tapi dalam pasal tersebut disebutkan bahwa ketika anak angkat bersama anak kandung dari orang tua angkatnya, maka anak angkat mendapatkan sepertiga dari harta orang tua angkatnya dan mendapat setengah jika ada saudara sedarah ke atas dan tiga perempat ketika ada saudara jauh. Dan jika anak angkat merupakan anak tunggal dari orang tua yang mengangkatnya, maka anak angkat tersebut mendapatkan seluruh harta peninggalan orang tua angkatnya, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 865  KUHPer (Burgerlijk Wetboek).
            Pendapat kedua sama persis dengan pendapat pertama, tapi ketika ada saudara bagian waris anak angkat adalah 2/3 dari harta waris . Ketika anak angkat mengajukan hak warisnya ke Pengadilan Negeri, maka anak angkat bisa mendapatkan bagian hak waris dari harta peninggalan orang tuanya karena Pengadilan Negeri berpedoman pada pasal 862, 863, 864 dan 865 KUHPer (Burgerlijk Wetboek). Tapi ketika anak waris mengajukannya ke Pengadilan agama, maka anak angkat tidak bisa mendapatkan waris dari harta peninggalan orang tuanya karena Pengadilan Agama sumber hokum Materiilnya adalah al-Qur’an dan Hadis Nabi, dimana dalam al-Quran anak angkat tidak bisa mendapat bagian waris dari orang tua angkatnya karena tidak ada hubungan nasab yang bisa menjadikannya sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya.
            Dalam al-Qur’an disebutkan dalam surat An-Nisaa’ ayat 8, yaitu “Dan apabila sewaktu pembagian waris hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan uapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”. Ayat ini mengandung 3 garis hokum yang berkaitan dengan pelaksaan hokum kewarisan Islam, yaitu:
1)      Kalau ahli waris membagi harta warisannya dan ada orang yang bukan ahli waris ikut hadir, maka berilah kepada yang ikut hadir dari pembagian yang telah diperoleh ahli waris, dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
2)      Kalau ahli waris membagi harta warisannya dan ada anak yatim yang ikut hadir, maka mereka diberi bagian.
3)      Kalau ahli waris membagi harta earisannya dan ada orang miskin yang ikut hadir, maka kepada mereka diberikan bagian.
Anak angkat adalah anak yang diurus, dididik dan dibiayai bukan oleh orang tua kandungnya tetapi oleh orang tua angkatnya berdasarkan keputusan pengadilan. Anak angkat merupakan salah satu orang yang tidak berhak menerima harta warisan, oleh karena itu pewaris dapat memberikan harta peninggalannya dengan cara wasiat atau hibah. Kecuali jika ada kesepakatan dari ahli waris orang tua angkatnya untuk memberikan bagian waris kepada anak angkat.
Bagian wasiat anak angkat adalah sepertiga dari harta peninggalan orang tua angkatnya kecuali ada persetujuan dari semua ahli waris, maka anak angkat bisa mendapat lebih dari sepertiga, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 195 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam, yaitu “Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya”. Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dari ibn Abbas juga disebutkan bahwa wasiat tidak melebihi sepertiga dari seluruh jumlah harta pewaris dan disetujui oleh para ahli warisnya, namun persetujuan ahli waris diberlakukan bila besarnya wasiat melebihi sepertiga dari jumlah keselurukan hartanya.
Sedangkan pendapat ketiga yang beranggapan bahwa anak angkat tidak bisa mendapat bagian waris dari orang tua angkatnya baik orang tua angkatnya mempunyai anak kandung atau pun tidak mempunyai anak kandung dan ketika ada saudara dari orang tua angkatnya. Hal ini sebagaimana yang ditetapkan dalan kitab-kitab fiqih.
Mengenai dampak positif ketika anak angkat memperoleh bagian waris ada beberapa berpendapat, yaitu dengan diberi bagian waris, maka anak angkat merasa benar-benar sudah masuk menjadi anggota keluarga dari keluarga angkatnya, tidak merasa iri dengan ahli waris yang mendapatkan bagian waris dan ada juga yang berpendapat ketika anak angkat tidak diberi bagian waris, maka ia akan merasa kekurangan bahkan tidak bisa menyambung hidupnya ketika ia tidak punya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sedangkan untuk dampak negatifnya ada yang beranggapan bahwa jika anak angkat tidak mendapat bagian waris ia akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan seperti misalnya ia akan membinuh para ahli waris karena merasa cemburu yang lain dapat bagian waris sedangkan ia sendiri tidak mendapat bagian waris atau ia merasa tidak dihargai, tidak dianggap sebagai bagian dari keluarga dari keluarga angkatnya.
Mengenai dampak negatif yang kemungkinan terjadi ketika anak angkat tidak mendapat waris sebenarnya bukan masalah apakah ia dianggap bagian dari keluarga angkatnya atau bukan, tapi masalah apakah ia bisa mendapatkan bagian atau tidak yang jika kita mengacu pada kitab-kitab fikih yang menetapkan anah waris merupakan salah satu orang yang terhalang untuk mendapat waris sebab tidak ada hubungan nasab dari pewaris. Sedangkan ketika ditinjau dari KUHPer (Burgerlijk Wetboek) yang menetapkan bahwa anak angkat mendapatkan bagian waris dari harta peninggalan orang tua angkatnya alasan-alasan itu mungkin saja terjadi karena ia merasa berhak atas bagian waris dari orang tua angkat tapi oleh ahli waris keluarga angkatnya ia tidak diberikan hak waris.
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa hokum sebagai rekayasa social:
a.       Hokum bergerak seirama dengan perubahan social di masyarakat yang kemudian memunculkan aliran hokum sosiologi.
b.      Paradigma rekayasa social menekankan pada efektifitas hokum yang menggeser paradigm kajian tradisional legalitas hokum.
Jika dikaitkan dengan kasus di atas hokum sebagai rekayasa sosial yang menurut KUHPer (Burgerlijk Wetboek) bagian anak angkat adalah sepertiga ketika ada anak angkat, setengah ketika ada saudara dekat, tiga perempat ketika ada saudara jauh, dan anak angkat mendapatkan wasiat atau hibah seperti yang diterangkan dalam kitab-kitab fiqih. Tapi realita di masyarakat anak angkat diberi waris yang bagiannya ditentukan menurut kesepakatan anggota keluarga.
            Hokum juga sebagai konstitusi yang dapat dilaksanakan melalui lembaga hokum dan sosiologi hokum mengamati bagaimana hokum bakerja. Anak angkat bisa mendapatkan bagian waris dari yang ditetapkan ketika semua ahli waris setuju untuk memberikannya melebihi ketentuan. Masyarakat awam yang tidak mengetahui bahwa pengadilan adalah tempat untuk menyelesaikan masalah waris biasanya membagi waris berdasarkan asas kekelurgaan yang terkadang mengundang pertikaian karena perebutan hak waris.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.   Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat Kalen Kedungpring Rt5 Rw2 Lamongan mempunyai pemahaman tentang waris. Yang pada intinya waris adalah harta peninggalan dari seorang yang meninggal yang diberikan kepada ahli warisnya baik berupa barang bergerak ataupun tidak bergerak.
2.   Dua orang berpendapat anak angkat tetap diberikan bagian dari harta peninggalan orang tua angkatnya setengah atau 25% bagi anak angkat yang orang tua angkatnya mempunyai anak kandung, sedangkan diberikan seluruh harta (100%) peninggalan orang tua angkatnya jika orang tua angkatnya tidak mempunyai anak kandung. Ketika ada saudara bagian waris anak angkat adalah ada yang berpendapat 2/3 dan ada yang berpendapat seperempat.
3.   Dampak positif ketika ada anak angkat dapat atau tidak dapat bagian waris adalah:
a.       Merasa benar-banar dianggap sebagai bagian dari keluarga
b.      Tidak merasa iri dengan ahli waris yang lain
c.       Dengan mendapat bagian waris kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi dan tidak akan merasa kekurangan ketika ia belum mempunyai pemghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setelah ditinggal orang tuanya.
Sedangkan untuk dampat negatifnya adalah:
a.       Adanya kemungkinan anak angkat untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan seperti misalnya membunuh para ahli waris karena merasa iri tidak mendapatkan bagian waris sedangkan ia ingin mendapatkan waris.
b.      Merasa tidak dihargai sebagai bagian dari keluarga.
c.       Tidak dianggap sebagai keluarga dari keluarga angkatnya.
Semua hasil wawancara tersebut masuk pada aliran normatif karena berdasarkan pada lingkungan sekitar dan perkiraan bukan berdasarkam pada ilmu pengetahuan (positivisme). Hokum sebagai rekayasa sosial  yang bergerak seirama dengan perubahan sosial di masyarakat. Selain itu hokum juga sebagai konstitusi yang dapat dilaksanakan melalui lembaga atau badan hokum dan sosiologi hokum sebagai pengamat bagaimana hokum bekerja.

           


0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Its me

Its me

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More