A.
Pengertian Psikologi
Secara
etimologis, psikologi berasal dari kata "psyche" yang berarti jiwa
atau nafas hidup, dan "logos" atau ilmu dari kata tersebut
seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang
jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang
dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu
jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu
yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan
dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji
adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya
dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.[1]
Crow
& crow memberikan batasan tentang psikologi sebagai berikut: Psychology
is the study of human behavior and human relationship. Dari batasan
tersebut jelas bahwa yang dipelajari oleh psikologi ialah tingkah laku manusia:
hewan, iklim, kebudayaan dan sebagainya. Kiranya perlu juga diingat, bahwa
psikologi tidak hanya berhubungan dengan tingkah laku manusia saja. Ahli-ahli
psikologi menyelidiki pula tingkat laku hewan seperti simpanse, anjing, tikus
serangga dan lain-lain. Penyelidikan-penyeildikan terhadap hewan itu dilakukan
dalam hubungan penyelidikan terhadap tingkah laku manusia. Batasan yang
diberikan oleh Sartain ini kiranya mudah kita mengerti : "psychology is
the scientific study of the behavior of living organism, with special attention
given to human behavior". (terjemahan bebasa : Pesikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku organisme yang hidup terutama tingkah laku manusia).[2]
B.
Macam-macam Psikologi
Secara
sistematis macam-macam psikologi itu dapat kita susun sebagai berikut, pada
umumnya psikologi dapat dibagi menjadi dua golongan besar:
1)
Psikologi Metafisika, yang menyelidiki hakekat
jiwa seperti yang dilakukan Plato dan Aristoteles
2)
Psikologi Empiri, yang menyelidiki atau
mempelajari gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan menggunakan
pengamatan (observasi), percobaan atau eksperimen dan pengumpulan berbagai
macam data yang ada hubungannya dengan gejala-gejala kejiwaan manusia.[3]
Psikologi
empiri terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general
phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang
mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya:
Þ
Psikologi perkembangan; mengkaji perilaku
individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai
dengan akhir hayat.
Þ
Psikologi kepribadian; mengkaji perilaku
individu khusus dilihat dari aspek-aspek kepribadiannya.
Þ
Psikologi klinis; mengkaji perilaku individu untuk
keperluan penyembuhan (klinis)
Þ
Psikologi abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong
abnormal.
Þ
Psikologi industri; mengkaji perilaku individu
dalam kaitannya dengan dunia industri.
Þ
Psikologi pendidikan; mengkaji perilaku individu
dalam situasi pendidikan.
Di
samping jenis-jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai
jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus
berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan
kompleks.[4]
C.
Pengertian Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikan adalah studi yang
sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung
melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas
terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan
tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli
psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi
pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan
memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan
belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik,
maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik.
Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam
menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya
dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara
efektif.[5]
Psikologi
pendidikan dapat dikatakan sebagai ilmu karena di dalamnya telah memiliki
kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni:
Þ
Ontologis; obyek dari psikologi
pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun
tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik,
administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
Þ Epistemologis;
teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil-dalil psikologi
pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal
maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif
maupun pendekatan kuantitatif.
Þ Aksiologis;
manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan
pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan
demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang
psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi
pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan
teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui
metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan
memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap
pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan
formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem
evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama
dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Guru
dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para
peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku
dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama
perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas
dan perannya secara efektif, yang pada hilirannya dapat memberikan kontribusi
nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Di
sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang
psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru,
yakni kompetensi paedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa
"diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru
adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar
mengajar peserta didik”.
Dengan
memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan-pertimbangan
psikologisnya diharapkan dapat:
1.
merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
2.
memilih strategi atau metide pembelajaran.
3.
memberikan bimbingan atau bahkan memberikab konseling.
4.
memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
5.
menciptakan iklim belajar yang kondusif.
6.
berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
7.
menilai hasil pembelajaran yang adil.[6]
Tidak
bisa dipungkiri lagi bahwa sudah sejak lama bidang psikologi pendidikan telah
digunakan sebagai landasan dalam pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan, diantaranya
terhadap pengembangan kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.[7]
D.
Kontribusi-kontribusi Psikologi Pendidikan
a)
kontribusi Psikologi pendidikan terhadap
pengembangan kurikulum.
Kajian
psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan
terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar
mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan,
pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in
put, proses dan out put pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan
aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Dalam
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan
dengan aspek-aspek:
1.
kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai
konteks;
2.
pengalaman belajar siswa;
3.
hasil belajar (learning outcomes) dan
4.
standarisasi kemampuan siswa.
b)
Kontribusi Psikologi Pendidikan Terahadap Sistem
Pembelajaran
Kajian
psiokologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem
pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti:
teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt,
teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari
kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing-masing teori tersebut, pada
kenyataannya teori-teoritersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan
dalam proses pembelajaran. Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah
melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran
Nasution (Daeng Sudirwo, 2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar,
yakni:
- Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
- Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
- Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
- Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
- Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
- Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
- Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
- Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
- Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
- Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
- Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
- Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
- Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
c)
Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem
Penilaian
Penilaian
pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami
seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita
dapat memahami perkembangan perilaku atau pembelajaran tertentu. Di samping
itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran
potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah
dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat
kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Kita mengenal sejumlah
tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi
seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude
Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian
lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya
pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada
gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu betapa pentingnya penguasaan psikologi
pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionya.[8]