BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Koneksionisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah
laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi
respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk
perilaku mereka.
C ir i dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan
mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar
yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini
sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan
oleh ganjaran (reward) penguatan dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral
dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahlaku adalah
hasil belajar.1
Seperti contohnya dalam teori ini dilakukan percobaan pada binatang seekor
kucing. Pada percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error (selecting and
connecting). Yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba dan membuat
salah. Dalam percobaan ini kucing tersebut cenderung meninggalkan perbuatan X
yang tidak mempunyai hasil. Setiap respon menimbulkan stimulus yang baru.
Selanjutnya stimulus baru itu akan menimbulkan respon lagi
1 Muhaimin, Abdul Ghofur dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. CV Citra Media: Surabaya.
B. Rumusan masalah
1. Apakah teori koneksionisme itu?
2. Bagaimana hukum teori koneksionisme?
C. Tujuan
· Untuk mengetahui teori koneksionisme.
· Untuk mengetahui hokum teori koneksionisme.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori ini dikembangkan dalam tahun 1913, 1932, 1935 dan 1968. Menurut
teori ini bahwa belajar bagi hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung
menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan
assosiasi (bond, connection) antara kesan panca indra (sense impression) dengan
kecenderungan bertindak (impulse to action). Proses belajar berlangsung secara
trial and error menurut hukum-hukum tertentu, yaitu hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan (law of exercise); dan hukum efek (law of effect).
Ketiga hukum tersebut merupakan hukum primer (Bigge, Moris L, 1982).2
a. Hukum kesiapan (law of readiness)
Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum kesiapan ini, yaitu
bahwa:
1. Apabila suatu unit tingkah laku telah siap untuk berbuat, maka
penggunaan unit tersebut akan membawa kepuasan, sedangkan apabila
tidak dipergunakannya ia akan terdesak oleh perbuatan-perbuatan lain
yang mengikutinya.
2. Untuk suatu unit tingkah laku yang telah siap dan tidak dipergunakan,
maka akan menimbulkan kerugian (ketidakpuasan) dan menimbulkan
respon yang lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan
itu.
3. Apabila unit tingkah laku belum siap tetapi dipaksakan untuk
bertindak, maka akibatnya juga akan membawa kerugian-kerugian.
Hukum kesiapan ini mengandung makna bahwa kegiatan belajar dapat
berlangsung secara efektif dan efisien bila si pelajar telah memiliki
kesiapan belajar.
2 Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.
b. Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini menyatakan bahwa koneksi antara kondisi dan tindakan akan
menjadi kuat karena latihan dan menjadi lemah karena kurang latihan.
Hukum ini merupakan justifikasi tentang perlunya pelajar mengulangulangi
bahan pelajaran. Semakin sering suatu pelajaran diulang-ulangi,
maka akan semakin dikuasai pelajaran tersebut.
c. Hukum efek (law of effect)
Hukum ini menyatakan bahwa kegiatan belajar yang memberikan efek hasil
belajar yang menyenangkan, seperti hadiah, cenderung untuk diulangi dan
ditingkatkan. Sedangkan kegiatan belajar yang memberikan efek hasil
belajar yang tidak menyenangkan (hukuman atau celaan) cenderung untuk
dihentikan atau tidak diulangi. Hukuman ini merupakan justifikasi
penggunaan pujian atau penghargaan dan celaan atau hukuman sebagai alat
pendidikan.3
Selain hukum primer diatas Thorndike juga menambahkan lima hukum
sekunder yang merupakan prinsip penting dalam belajar dan penerapannya.
Diantaranya:
a. Hukum Reaksi Bervariasi
Pada individu diawali oleh proses trial and error yang menunjukan adanya
bermacam-macam respons sebelum memperoleh respon yang tepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dengan respon saja tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial maupun psikomotor.
c. Hukum Aktivitas Berat Sebelah
Individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus
tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi
(respon selektif)
3 Syah, Muhibbin. 1999, psikologi, PT, logos wacana Ilmu Jakarta
d. Hukum Respon by Analogy
Individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami
karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum
pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru.
Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan labih mudah.
e. Hukum perpindahan Asosiasi
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal
dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit
unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.4
Adapun dalam teori Thorndike tentunya tidak semuanya baik karena
adanya kelebihan dan kekurangan dalam teori tersebut diantaranya:
D. KELEBIHAN
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu
permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang
berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan
membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
E. KEKURANGAN
Kegiatan yang terlalu sering dilakukan, akan membuat anak didik menjadi
merasa jenuh yang mungkin saja dapat mengakibatkan dia menjadi merasa
enggan untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya sistem
pemberian hadiah akan membuat sebuah ketergantungan pada anak didik
dalam melakukan sebuah kegiatan.
4 www.uny.ac.id/refleksi_grup/sharefile/files
APLIKASI TEORI THORNDIKE
a. Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan,
respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau
membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan
dengan jelas.
b. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta
didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat
menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.
c. Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus
bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
d. Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah
adanya respon yang benar terhadap stimulus.
e. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila
belum baik harus segera diperbaiki.
f. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan
dalam masyarakat.
g. Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan
anak kelak setelah keluar dari sekolah.
h. Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan
meningkatkan kemampuan penalarannya.5
5 www.uny.ac.id/refleksi_grup/sharefile/files
BAB III
KESIMPULAN
Koneksioisme merupakan suatu asosiasi atas kesan panca indra dengan
impuls untuk bertindak, suatu hubungan dimana terjadi karena adanya suatu
perbuatan bukan pengertian, yang sangat berpengaruh terhadap suatu
respon terhadap sebuah stimulus, suatu hubungan dalam penelitian
Thorndike bukan tepat pada hewan saja melainkan sangat cocok terhadap
pelajar, yang menghubungkan serta menggabungkan beberapa respon dari
sebuah stimulus yang akhirnya timbulnya sebuah kesadaran. Trial and
error merupaka suatu usaha yang positif dalam proses sebiah pembelajaran
yang berakhir dengan keberhasilan, apabila trial and error sudah tepat
untuk dilakukan maka timbullah sebuah "respon yang tepat" maka hadiah,
hukuman serta motivasi sangatlah berperan dalam stimulus dan respon.
Suatu kesiapan, pelatihan serta pengaruh merupakan koneksionime
terhadap proses pembelajaran, dalam kesiapan tentunya ada kesiapan dan
tidak adanya kesiapan kalau segala sesuatu dipaksakan maka timbullah
sesuatu yang sangat merugikan.
DAFTAR PUSTAKA:
Muhaimin, Abdul Ghofur dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. CV Citra
Media: Surabaya.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.
Syah, Muhibbin. 1999, Psikologi, PT, logos Wacana Ilmu Jakarta
www.uny.ac.id/refleksi_grup/sharefile/files
0 komentar:
Posting Komentar