Senin, 15 Oktober 2012

Perang Salib

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menggambarkan perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi dua warna yang mencolok yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang. Warna yang kedua warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak dialami oleh kedua belah pihak. Perjumpaan Islam dan Kristen bukan dimulai sejak perang salib. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad s.a.w telah dicatat perjumpaan tersebut. Perluasan kekuasaan Islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah-daerah Kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah-daerah di Italia, a.l Sisilia atau Perancis bagian selatan menimbulkan konsekwensi-konsekwensi tertentu, misalnya saja tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa baru. Di Spanyol bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan Dinasti Islam atas Spanyol. Namun dipihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan antaragama tidak dapat dielakkan. Montgomery watt mencatat bahwa masa sebelum Perang Salib, kaum Muslim, Kristen dan Jahudi di Spanyol dapat hidup berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan bahkan sebaliknya menurut Watt gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu bukanlah gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular. Perang Salib merupakan salah satu peristiwa pemberi warna kelam dalam perjalanan sejarah perjumpaan Islam dan Kristen, warna kelam ini tidak jarang mempengaruhi hubungan Islam Kristen hingga dewasa ini. Oleh sebab itu sangat penting untuk melihat dan mengambil pelajaran yang berarti dalam peristiwa ini untuk membangun suatu kehidupan bersama yang lebih damai dan jujur. B. Rumusan Masalah 1. apa yang melatar belakangi terjadinya perang salib? 2. Apa dampak dari perang salib bagi bangsa eropa, dunia Islam dll? 3. Apa yang menyebabkan perang antara Umat Islam dan Umat kristiani dinamakan perang salib? C. Tujuan Tujuan disusunnya makalah ini adalah: 1. dapat mengetahui latar belakang perang salib 2. dapat mengetahui dampak-dampak dari perang salib 3. dapat mengetahui pengertian perang salib BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Sebelum Perang Salib Sebelum Tentara Salib tiba di Yerusalem pada Juli 1099 dan membantai 40.000 orang Yahudi dan Islam secara biadab, para pemeluk ketiga agama itu telah hidup bersama dalam suasana yang relatif damai di bawah naungan hukum Islam selama 460 tahun, hampir separuh millenium. Shalahuddin berhasil menaklukkan kembali Yerusalem untuk orang Islam di tahun 1187, tapi hubungan ketiga agama Ibrahim ini tak pernah sebaik di Yerusalem sebelum Perang Salib. Semenjak itu umat masing-masing agama memandang satu sama lain dengan penuh kewaspadaan dan kecurigaan atas serangan atau pengambil-alihan tempat-tempat ibadah dan tempat tinggal mereka. Perang Salib nampaknya telah menimbulkan lautan perubahan yang sangat tragis di Yerusalem. Tempat hidup berdampingan secara damai yang pernah ada, kini menjadi sekadar impian.dan harapan. Di Barat, Perang Salib sangat berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang atau mind set mereka atas Islam dan Yahudi. Perang Salib telah membuat kebencian kepada kaum Yahudi menjadi sebuah penyakit yang tak tersembuhkan di seluruh Eropa, dan Islam kemudian dipandang sebagai musuh peradaban Barat yang tak terdamaikan. Prasangka-prasangka kalangan Barat semacam ini jelas telah memberi andil dalam situasi konflik masa kini, dan telah mempengaruhi pandangan Barat terhadap Timur Tengah saat ini dalam cara pandang yang benar-benar sulit untuk diurai dan di luruskan. Perang Salib bukanlah sebuah gerakan kecil atau peristiwa yang mudah dilupakan seiring dengan perjalanan waktu. Perang Salib yang terjadi pada abad pertengahan sangat berpengaruh pada proses pembentukan identitas baru bagi masyarakat Barat, yang membuka jalan ke masa kini dan bertahan hingga sekarang . B. Latar Belakang Perang Salib Orang Kristen di Indonesia, pada umumnya, memandang orang Islam dengan tafsiran sempit tentang Ismael dalam Kej 16:12. Di sini orang Islam diibaratkan sebagai orang yang lakunya seperti keledai liar dan tangannya melawan setiap orang. Perusakan dan pembakaran gedung-gedung gereja semakin memperkuat pandangan ini terhadap orang Islam bahwa ayat tersebut adalah kutukan dan bukan janji berkat Tony Lane, seorang lektor dalam bidang Ajaran Kristen pada London Bible College, pernah menyatakan bahwa orang yang tidak menguasai sejarah adalah bagaikan orang yang lupa ingatan . Pernyataannya mengandung kebenaran. Seperti yang disebutkan di atas bahwa banyak orang Kristen menuduh bahwa sebab-musabab ketidakharmonisan umat beragama (Kristen dan Islam) adalah pihak Islam. Mereka lupa bahwa orang Kristen pernah melakukan perbuatan keji, biadab, sekaligus memalukan dalam peristiwa yang disebut Perang Salib pada abad pertengahan. Latar Belakang dan Faktor-faktor Penyebab Perang Salib Sebagian besar pengaruh kebudayaan Islam atas Eropa terjadi akibat pendudukan kaum Muslim di Spanyol dan Sisilia. Berasal dari sekelompok tentara pengintai Islam menyeberang dari Afrika Utara ke ujung paling selatan Spanyol pada Juli 710. Laporan kegiatan mata-mata ini menimbulkan minat baru untuk menyerang. Pada tahun 711 pasukan penyerang yang berjumlah 700 orang yang dipimpin oleh Tariq dari Bani Umayyah menyerbu Spanyol berhasil mengalahkan Roderick, raja Visigoth. Setelah menambah sekitar 500 orang lagi tentara Arab berhasil menaklukkan hampir seluruh semenanjung Liberia. Pada tahun 750 kekaisaran Islam di bawah kendali Bani Umayyah jatuh di tangan Bani Abbasiyah. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Oleh karena berpusat di timur, maka mereka kesukaran mengendalikan provinsi di sebelah barat. Seorang pangeran muda dari Bani Umayyah berhasil melarikan diri dari Maroko ke Spanyol. Di sana ia bergabung dengan salah satu faksi yang tengah bentrok, dan atas kepemimpinannya mereka menggapai kemenangan. Pada tahun 756 ia bergelar Khalifah Abd al-Rahman I dengan pusat pemerintahan di Cordoba. Spanyol Islam dianggap mencapai puncak kekuasaan dan kemakmurannya pada masa kekhalifahan Abd al-Rahman III (912 - 961). Keberadaan negara atau wilayah tidak lepas dari gerakan-gerakan politik di dalamnya. Gerakan politik pertama muncul pada akhir pemerintahan Ustman bin Affan yang ditandai dengan kemunculan Abdullah bin Saba. Gerakan politik ini selalu melekat pada pemerintahan Islam di sepanjang sejarah, termasuk di Spanyol Islam. Intrik-intrik ini membuat Spanyol Islam mengalami pasang surut. Dunia Kristen Latin juga merasakan pengaruh Islam melalui Sisilia. Serangan pertama ke Sisilia terjadi pada tahun 652 di kota Sisacusa. Akan tetapi pendudukan orang-orang Arab di Sisilia tidak berlangsung lama. Kebangkitan kembali Kerajaan Byzantium mengakibatkan berakhirnya semua pendudukan atas wilayah-wilayah penting. Pada tahun 1055 tentara Turki mulai menyerang ke arah barat, yaitu kekaisaran Byzantium dan Siria. Mereka juga menguasai Yerusalem pada tahun 1070. Dengan demikian daerah yang bertetangga dengan dunia Kristen dikuasai oleh orang Islam militan. Orang-orang Kristen yang dahulu dapat berziarah ke Yerusalem secara bebas mulai diganggu oleh orang-orang Turki. Pada abad 11 orang-orang yang hendak berziarah membentuk kelompok-kelompok besar lengkap dengan perlindungan militer. Setelah pengaruh Romawi lenyap dari Eropa Barat pada abad 5 wilayah ini ditimpa kekacauan. Suku-suku German yang merebut daerah yang dahulu dikuasai Romawi mempunyai kebudayaan yang jauh lebih rendah ketimbang kebudayaan Romawi dan Arab. Kehidupan gereja pun terpengaruh. Mulailah senjata masuk gereja. Misi pekabaran Injil dihubungkan dengan ekspedisi militer. Memasuki abad 11 gereja mulai melibatkan para bangsawan yang gemar berperang untuk menyerang musuh-musuhnya. Musuh-musuh di sini adalah orang Islam. Dengan demikian gereja mengatur peperangan dan menjamin kedamaian, ketenteraman, serta keadilan. Politik ini disebut gerakan ”Damai Allah”. Para bangsawan diberi etos khusus agar memakai keahliannya demi iman dan gereja. Mereka menjadi tentara Kristen atau ksatria Kristen. Paus mengobarkan semangat mereka dan memberi jaminan pengampunan dosa. Paus berambisi untuk menggabungkan gereja timur ke dalam kekuasaannya dan mengusir orang Islam dari Baitul Maqdis. Menurut van den End & de Jonge (2001) semangat iman, semangat berperang, dan semangat politik bersatupadu sehingga sukar menentukan sisi mana yang paling menonjol. Pada tanggal 25 November 1095, di konsili Clermont, Paus Urban II menyerukan Perang Salib pertama. Bagi Eropa Barat, seruan itu merupakan peristiwa penting dan menentukan. Peristiwa itu hingga kini juga masih berdampak di Timur Tengah. Berkhotbah di hadapan kerumunan para pendeta, ksatria, dan orang-orang miskin, Paus Urban menyerukan Perang Suci melawan Islam. Orang-orang Turki Saljuk, jelas Paus Urban, adalah ras barbar Asia Tengah yang baru saja menjadi Muslim, yang menyerbu hingga Anatolia di Asia Kecil (Turki modern) dan mencaplok negeri-negeri ini dari kerajaan Byzantium Kristen. Paus Urban mendesak para ksatria Eropa untuk berhenti berkelahi dengan sesama mereka sendiri dan membulatkan niat bersama untuk memerangi musuh-musuh Tuhan ini. Orang-orang Turki itu, teriak Paus, adalah “ras yang terkutuk, ras yang sungguh-sungguh jauh dari Tuhan, orang-orang yang hatinya sungguh tidak mendapat petunjuk dan jiwanya tidak diurus Tuhan”. Membunuh Monster tak bertuhan ini adalah tindakan suci: orang Kristen wajib “memusnahkan ras keji ini dari negeri kita”. Begitu para ksatria Kristen Eropa itu telah menyerbu Asia Kecil dan membersihkan negeri itu dari najis-najis kaum Muslim, mereka akan memikul tugas yang akan lebih suci lagi. Mereka akan berbaris menuju Yerusalem dan membebaskan Kota Suci itu dari tangan umat Islam. Sungguh memalukan bahwa makam Kristus berada di genggaman kaum Muslim. Demikian seruan Paus Urban II. Sambutan terhadap seruan Paus Urban itu sungguh luar biasa. Para pengkhotbah populer seperti Peter si Pertapa menyebarkan kabar tentang Perang Salib. Pada Musim semi tahun 1096, berangkatlah lima pasukan yang terdiri atas 60.000 tentara. Mereka diiringi oleh sekelompok peziarah yang tak bertempur bersama para isteri dan keluarga mereka. Gelombang pertama itu disusul pada musim gugur oleh lima pasukan lagi yang terdiri atas kira-kira 100.000 lelaki dan segerombolan pendeta dan peziarah. Untuk masa itu, jumlah tersebut sungguh mengagumkan. Ketika pasukan pertama mendekati ibukota Byzantium, Konstantinopel, tampak di mata puteri Anna Comnena, yang terkejut sekaligus tertarik, seakan “seluruh Barat, dan seluas tanah yang terhampar di atas laut Adriatik hingga pilar-pilar Hercules (Giblartar) seluruh lautan manusia memasuki wilayah Asia dalam jumlah massa yang penuh sesak, dengan seluruh harta benda milik mereka”. Bagi orang-orang Byzantium yang berpengetahuan luas, gelombang itu tampak sama dengan invasi besar-besaran kaum Barbar, serupa dengan serbuan yang telah menghancurkan kekaisaran Romawi di Eropa. Barat mulai menginvasi Timur pada abad modern. Invasi ini dipenuhi oleh perasaan benar sendiri yang agresif dari sebuah Perang Suci, sebuah perasaan yang akan menjadi ciri Barat di masa sesudahnya dalam berurusan dengan Timur. Perang Salib ini merupakan tindakan kerja sama pertama dari Eropa Baru saat benua itu sedang merangkak keluar dari Abad kegelapan. Perang Salib menarik minat semua kelas masyarakat: para Paus, raja-raja, kaum bangsawan, pendeta, tentara, dan para petani. Orang-orang menjual semua yang mereka miliki sebagai bekal dalam ekspedisi yang panjang dan berbahaya. Sebagaian besar dari mereka tidak terilhami oleh nafsu keuntungan material. Mereka tercengkeram oleh gairah keagamaan. Mereka menjahitkan tanda salib di baju mereka dan berbaris ke tanah tempat Yesus wafat untuk menyelamatkan dunia. Perjalanan itu merupakan ziarah penuh pengabdian sekaligus perang pemusnahan.

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Its me

Its me

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More