Senin, 15 Oktober 2012

Pembagian/Macam-macam Zakat


  1. Zakat Gaji
Yang dimaksud dengan Gaji ialah upah kerja yang dibayar diwaktu yang tetap, dan di Indonesia gaji itu biasanya dibayar setiap bulan.[1] Di samping gaji yang merupakan penghasilan tetap setiap bulan, seorang pegawai/karyawan terkadang menerima honorarium sebagai balas jasa terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan di luar tugas pokoknya. Misalnya seorang dosen PTN mengajak beberapa vak yang melebihi tugas pokok mengajarnya, ia berhak menerima honorarium atas kelebihan jam mengajarnya. Selain penghasilan yang berupa gaji dan honorarium yang bisa diterima oleh seorang pegawai/karyawan negeri atau swasta, ada pula jenis penghasilan yang jumlahnya relatif besar melebihi gaji resmi seorang pegawai negeri golongan IV/c, seperti pengacara, notaris, konsultan, akuntan, dan dokter spesialis, dan profesi lainnya yang biasanya disebut white collar, ialah profesi modern yang tampaknya dengan mudah bisa mendatangkan penghasilan yang besar.
Bagaimana cara menzakati harta dari penghasilan yang tetap (gaji resmi), penghasilan yang tidak tetap (honorarium), dan penghasilan yang semi tetap dari profesi-profesi modern, yang biasanya dilakukan bukan sebagai pegawai negeri atau swasta, melainkan sebagai praktisi yang mandiri?
Zakat penghasilan tersebut diatas termasuk masalah ijtihadi, yang perlu dikaji dengan seksama menurut pandangan hukum syari’ah dengan memperhatikan hikmah zakat dan dalil-dalil syar’i yang berkaitan dengan masalah zakat.




Semua macam penghasilan tersebut terkena wajib zakat, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 :

hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”[2]
Kata “      “ adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang umum, yang artinya “apa saja”, jadi “                 “, artinya “sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik.” Maka jelaslah, bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dll) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan surat Al-Baqarah 267 tersebut mengandung pengertian yang umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya yang berupa sandang, pangan, papan beserta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja/usaha, kendaraan dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan atau bebas dari hutang, baik terhadap Allah seperti nazar haji yang belum ditunaikan maupun terhadap sesama manusia, kemudian sisa penghasilannya masih mencapai nisabnya, yakni senilai 93,6 gram emas dan telah genap setahun pemilikannya itu, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % dari seluruh penghasilan yang masih ada pada akhir tahun (haulnya).

  1. Zakat Saham dan Obligasi
Saham ialah surat berharga sebagai tanda bukti bahwa pemegangnya turut serta dalam permodalan suatu usaha, seperti NV, CV, firma, dst.
Kurs saham bisa berubah-ubah tergantung kepada maju mundurnya perusahaan/perseroan yang bersangkutan dan juga situasi ekonomi pada umumnya. Karena itu, pemegang saham bisa mendapat untung dan bisa rugi.
Pemilik saham wajib menzakati saham-sahamnya menurut kurs waktu mengeluarkan zakat beserta penghasilannya yang lain dan juga harta bendanya yang lain yang terkena zakat, apabila semuanya itu (saham dan lain-lain) telah mencapai nisabnya dan jatuh temponya (haul).
Menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham itu dizakati. Apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang menangani langsung perdagangan, seperti ekspor/impor berbagai komoditas nonmigas, atau memproduksi tekstil untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati seluruh sahamnya. Tetapi apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang tidak menangani langsung perdagangan atau tidak memproduksi barang untuk diperdagangkan, seperti perusahaan bus angkutan umum, penerbangan, pelayaran, perhotelan, dan lain-lain di mana nilai saham-saham itu terletak pada pabrik-pabrik, mesin-mesin, bangunan-bangunan dengan segala peralatannya dan lain-lain maka pemegang saham tidak wajib menzakati saham-sahamnya, tetapi hanya keuntungan dari saham-saham itu digabung dengan harta lain yang dimiliki oleh pemegang saham yang wajib dizakatinya.
Semua saham perusahaan, baik yang terjun dalam bidang perdagangan murni maupun dalam bidang perindustrian dan lain-lain, wajib dizakatinya menurut kurs pada waktu mengeluarkan zakatnya, sebab saham-saham itu sendiri adalah surat-surat berharga yang bisa diperjualbelikan dan kursnya bisa diketahui dengan mudah di bursa efek, dan dengan sendirinya zakatnya 2,5% setahun seperti zakat tijarah (perdagangan).
Obligasi ialah surat pinjaman dari pemerintah dan sebagainya yang dapat diperdagangkan dan biasanya dibayar dengan jalan undian tiap-tiap tahun.[3]
Kalau pemegang saham suatu perusahaan turut memiliki perusahaannya dan nilai/kurs saham-sahamnya bisa naik turun, sehingga pemilik sahamnya bisa untung dan rugi, seperti mudharabah (profit and loss sharing), maka berbeda dengan pemilik obligasi, sebab ia hanya memberi pinjaman kepada pemerintah, bank, dan lain-lain. Yang mengeluarkan obligasi dengan diberi bunga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu berlakunya obligasi itu. Menurut Mahmud Syaltut, eks Rektor  Universitas Al-Azhar Mesir. Islam tidak membolehkan obligasi, karena termasuk riba’ fadl, kecuali kalau benar-benar dalam terpaksa.
Mengenai zakat obligasi ini, selama si pemilik obligasi belum dapat mencairkan uang obligasinya, Karena belum jatuh temponya atau belum mendapat undiannya, maka ia tidak wajib menzakatinya, sebab obligasi adalah harta yang tidak dimiliki secara penuh, karena masih diutang, belum di tangan pemiliknya. Apabila sudah bisa dicairkan uang obligasinya, maka wajib segera dizakatinya sebanyak 2,5%. (Malik dan Abu Yusuf)

  1. Zakat Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu). Oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan zakat.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuwan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian, hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat, maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

4.   Cara menghitung zakat
Cara menghitung zakat penghasilan dari gaji, honorarium, dan lain-lain ialah :
1.      Ibrahim adalah seorang dosen PTN golongan 4/b dengan masa kerja 20 tahun, dan keluarganya terdiri dari suamni istri dan 3 anak. Penghasilan tiap bulan :
a. Gaji resmi dari PTN                                          Rp 400.000,00
b. Honorarium dari PTN                                       Rp   25.000,00
c. Honorarium dari beberapa PTS                         Rp 225.000,00
d. Honorarium lain-lain                                         Rp   50.000,00
                                                                              ____________
                                                                  Jumlah Rp 700.000,00
Pengeluaran setiap bulan :
a. Keperluan hidup pokok keluarga                      Rp 300.000,00
b. Angsuran kredit perumnas                                Rp   75.000,00
c. Dan lain-lain                                                      Rp   75.000,00
                                                                              ____________
                                                                  Jumlah Rp 450.000,00
Penerimaan            : Rp 700.000,00
Pengeluaran           : Rp 450.000,00
                              _____________
Sisa                          Rp 250.000,00 setiap bulan, setahun Rp 250.000,00 x 12 = Rp 3.000.000,00 dan sisa tersebut setiap bulannya didepositokan di bank dengan bunga keuntungan 18% setahun. Maka perhitungan zakatnya ialah : 2,5% X Rp 3.000.000,00 plus bunga dari bank. Tenyata ju8mlah zakatnya setahun cukup ringan, sedangkan hikmahnya sangat besar bagi, baik bagi diri Muzakki  dan keluarganya maupun bagi masyarakat dan negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat/Negara.

5.   Cara menghitung saham obligasi
Segala macam uang, kertas, cek, obligasi, saham-saham perusahan, dan sesamanya, apabila telah mencapai satu nishab dan telah haul, maka wajib zakat seperti emas.
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya, bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, ia telah kena wajib zakat, yakni sebesar 2,5%.
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram, yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.


DAFTAR PUSTAKA

Alqur’an dan terjemahan
Gustian Djuanda dkk, 2001, Pelaporan Zakat, Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Kep. Muktamar NU (1926-2004), Problematika Aktual Hukum Islam.
Masjfuk Zuhdi, 1987, Masail Fiqhiyah, Malang. Gunung Agung.


[1] Masjfuk Zuhdi, 1987, Masail Fiqhiyah, Malang. Gunung Agung.
[2] QS. Al_Baqarah : 267
[3] Masjfuk Zuhdi, op,cit,,hal 224

Sosiologi Agama



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang mau tidak mau akan berhadapan dengan lingkungan. Manusia selalu hidup secara bersama-sama, karena pada hakikatnya manusia saling membutuhkan (hidup komunal) dan tidak dapat hidup secara individual. Kenyataan ini membawa manusia pada perbedaan-perbedaan perspektif terhadap lingkungannya, dengan kata lain perbedaan seperti keyakinan (agama), organisasi, dan lain-lain adalah perbedaan yang dirasa lumrah di lingkungan manusia. Sebagai umat Muslim hendaknya kita dapat memaknai perbedaan adalah sebagai fitrah, bukan sebaliknya menjadi polemic dalam llingkungan.
Agama sebagai tonggak keyakinan yang dimiliki oleh setiap umat manusia diyakini adalah sebagai obat penawar hati untuk mengendalikan etika, moral setiap manusia yang meyakini agamanya. Dalam kehidupan sosial, agama menjadi hal yang paling vital sebelum bisa memaknai arti kehidupan secara interaktif. Bertolak belakang dengan beberapa pendapat sebelumnya, agama juga diyakini sebagai penyebab kehancuran hubungan masyarakat, mungkin dengan mengaca beberapa problem-problem agama yang telah banyak terjadi di masyarakat salahsatunya diakibatkan karena rasa fanatic yang terlalu berlebihan hingga akhirnya seseorang tersebut tidak dapat melihat yang mana kepentingan individu.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan beberapa pengertian tentang sosiologi dan agama, selain itu akan dijelaskan beberapa unsur-unsur terkait dalam pembahasan.tentang bagaimana hubungan masyarakat dan agama dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian sosiologi agama
2.      Apa hubungan antara sosiologi dan agama
3.      Sejauh mana pengaruh agama terhadap kehidupan bermasyarakat

C.    Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah:
1.      Memahami pengertian sosiologi agama
2.      Mengetahui hubungan antara sosiologi dan agama
3.      mengetahui pengaruh agama terhadap masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sosiologi
1.      Pengertian
Dalam pengertian yang masih umum, sosiologi merupakan studi tentang masyarakat yang mengemukakan sifat atau kebiasaan manusia dalam kelompok, dengan segala kegiatan, dan kebiasaan serta lembaga-lembaga yang penting sehingga masyarakat dapat berkembang terus dan berguna bagi kehidupan manusia, karena pengaturan yang mendasar tentang hubungan manusia secara timbal balik dan juga karena factor-faktor yang melibatkannya serta dari interaksi sosial berikutnya.
Segala factor dan pola-pola kegiatannya serta konsekuensi-konsekuensi proses interaksi di antara individu dengan individu dan kelompok-kelompok adalah pokok-pokok persoalan yang penting dari sosiologi.[1]
Menurut Pitirim Sorokin, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga dan gejala moral) dengan gejala non sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari cirri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Menurut Roucek dan Warren, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
Sedangkan Willian F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf menyatakan bahwa Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers, Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Max Weber, sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
William Kornblum, Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Menurut Allan Jhonson, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu system sosial dan bagaimana system tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi system tersebut.[2]

2.      Ciri-ciri Utama Sosiologi
a.       Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.      Sosiologi bersifat teoretis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
c.       Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori lama.
d.      Bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya  fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

B.     Obyek Sosiologi
               Objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.
               Menurut Maclver dan Page, Masyarakat adalah suatu system dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkahlaku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah.
               Ralph Linton mengatakan, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
               Sedangkan menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.





C.    Unsur-unsur Sosiologi
a.       Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoretis angka minimnya adalah dua orang yang hidup bersama.
b.      Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbulah  system komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut.
c.       Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
d.      Mereka merupakan suatu system hidup barsama. System kehidupan bersama manimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya.


 









D.    Agama dan Masyarakat
Agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime; sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu; sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab. Tetapi agama telah pula dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia, dan mempertinggi fanatisme dan sifat tidak toleran, pengacuhan, pengabaian, tahayul dan kesia-siaan. Tetapi agama juga memperlihatkan kemampuannya melahirkan kecenderungan yang sangat revolusioner, seperti peristiwa pemberontakan petani pada abad ke-16 di Jerman. Emile Durkheim seorang pelopor sosiologo agama di Prancis mengatakan bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi, sedang Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Jelsa agama menunjukkan seperangkat aktivitas manusia dan sejumlah bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting. Yang menjadi masalah ialah bagaimana sosiologi seharusnya mendekati selektif mungkin (observasi dan analisa) aspek eksistensi sosial manusia yang berisi banyak dan kabur ini?[3]
Agama adalah suatu cirri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Banyak dari apa yang berjudul agama termasuk dalam superstruktur: agama terdiri atas tipe-tipe symbol, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka. Akan tetapi, karena agama juga mengandung komponen ritual, maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial.
Suatu agama ialah suatu system kepercayaan yang disatukan oleh praktik yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang dibolehkan dan dilarang-kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan suatu komunitas moral yang disebut gereja, semua mereka yang terpaut satu sama lain (Durkheim, 1965). Saya merumuskan agama sebagai seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan manusia dengan kondisi akhir eksistensinya (Bellah, 1964). Jadi agama dapat dirumuskan sebagai suatu system kepercayaan dan praktik di mana suatu kelompok manusia  berjuang menghadapi masalah-masalah akhir kehidupan manusia (Yinger, 1970).
Dalam ensiklopedi Islam Indonesia, agama berasal dari kata sansekerta, yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa (kitab suci mereka bernama Agama). Kata itu kemudian menjadi dikenal luas dalam masyarakat Indonesia. Akan tetapi, dalam penggunaannya sekarang, ia tidak mengacu kepada kitab suci tersebut. Ia dipahami sebagai nama jenis bagi keyakinan hidup tertentu yang dianut oleh suatu masyarakat, sebagaimana kata dharma (juga dari bahasa sansekerta), din (dari bahas Arab), dan religi (bahas Latin) dipahami.
Secara teologis, ulama Islam membagi agama-agama yang ada di dunia ini menjadi dua kelompok. Pertama, adalah agama wahyu, yakni agama yang diwahyukan Tuhan kepada rasul-Nya yang banyak, seperti kepada Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Isa dan terakhir kepada Nabi Muhammad. Keyakinan sentral dalam agama wahyu, yang diajarkan para rasul Tuhan itu, pada masa hidup masing-masing, tidak lain dari tauhidullah (mengesakan Allah), yakni mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan hanya kepada-Nya saja ubudiah serta ketaatan ditujukan secara langsung.
Kedua adalah agama bukan wahyu, yakni agama-agama yang muncul sebagai hasil budaya khayal, perasaan, atau pikiran manusia. Tidak semua yang dihasilkan oleh budaya manusia mesti bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh wahyu. Namun, agama-agama yang mempunyai akidah yang bertentangan dengan akidah  tauhidullah dapat ditegaskan sebagai agama bukan wahyu.[4]
Semua agama mengandung empat unsur penting
a.       Pengakuan bahwa ada kekuatan ghaib yang menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia.
b.      Keyakinan bahwa keselamatan kehidupan manusia tergantung adanya hubungan baik antara manusia dengan kekuatan ghaib itu.
c.       Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan ghaib itu seperti sikap takut hormat cinta penuh harap pasrah dan lain-lain.
d.      Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti: sholat, do’a, puasa, suka menolong, dll.[5]
Di atas tadi sudah dijelaskan bahwa agama dan masyarakat memiliki hubungan yang erat. Di sini perlu diketahui bahwa itu tidak mengimplikasikan pengertian bahwa “agama menciptakan masyarakat”. Tetapi hal itu mencerminkan bahwa agama adalah merupakan implikasi dari perkembangan masyarakat. Di dalam hal ini agama menurut Durkheim adalah sebuah fakta sosial yang penjelasannya memang harus diterangkan oleh fakta-fakta sosial lainnya.
Hal ini misalnya ditunjukkan oleh penjelasan Durkheim yang menyatakan bahwa konsep-konsep dan kategorisasi hierarkis terhadap konsep-konsep itu merupakan produk sosial. Menurut Durkheim totemisme mengimplikasikan adanya pengklasifikasian terhadap alam yang bersifat hierarkis. Obyek dari klasifikasi seperti “matahari”, “burung kakatua”, dll, itu memang timbul secara langsung dari pengamatan panca-indera, begitu pula dengan pemasukan suatu obyek ke dalam bagian klasifikasi tertentu. Tetapi ide mengenai “klasifikasi” itu sendiri tidak merupakan hasil dari pengamatan panca-indera secara langsung. Menurut Durkheim ide tentang “klasifikasi yang hierarjis”,  muncul sebagai akibat dari adanya pembagian masyarakat menjadi suku-suku dan kelompok-kelompok analog.[6]

E.     Pengertian Sosiologi Agama
Dalam berbagai literatur batasan atau definisi sosiologi agama (Sociology of religion) hampir tidak ada perbedaan yang sangat berarti. Namun demikian, perlu dikemukakan berbagai pengertian sosiologi agama menurut beberapa ahli sosiologi. J.Wach merumuskan sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang “interaksi” yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan, dan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya, juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi, dan stratifikasi sosial adalah tepat. Jadi, seorang sosiolog agama bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara masyarakat, kebudayaan, dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama, sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi mereka. Kelompok-kelompok pengaruh terhadap agama, fungsi-fungsi ibadat untuk masyarakat, tipologi dari lembaga-lembaga keagamaan, dan tanggapan-tanggapan agama terhadap tata duniawi, interaksi langsung maupun tidak langsung antara system-sistem religius dan masyarakat, dan sebagainya, termasuk bidang penelitian sosiologi agama.[7]
Sudah agak jelas apa yang telah dijelaskan di atas tentang sosiologi agama, sebab-sebab fenomena tentang sosiologi agama mempunyai dua cirri, yaitu:
a)      Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia.
b)      Agama sebagai institusi sosial
Aspek sosiologi agama dijabarkan demikian guna mencapai gambaran yang lebih jelas.
a)      Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia, dengan kata lain agama dapat dikatakan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungannya dan manusia dengan lainnya. Sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan.
b)      Agama sebagai institusi sosial, persoalan apakah agama itu seyogyanya tidak berbetuk institusi, atau sebaliknya, harus berbentuk institusi bukanlah masalah utama dari sosiologi. Masalah itu mungkin primer untuk teologi atau filsafat. Kenyataan yang ada dapat dikatakan: seluruh kegiatan dimulai dari kelahiran sampai kematian tidak lolos dari peraturan-peraturan yang dilembagakan. Demikan pula kehidupan beragama sebagai fakta sosial ternyata juga tidak luput dari mekanisme institussonal.[8]

F.     Lahir dan Berkembangnya Sosiologi Agama
Penjelasan yang bagaimanapun adanya tentang agama, tak akan pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Agama, yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia di mana kita memiliki berbagai catatan, termasuk yang biasa diketengahkan dan ditafsirkan oleh para ahli arkeologi.
Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan system sosial. Akan tetapi masalah agama berbeda dengan lembaga ekonomi yang berkaitan dengan kerja, produksi dan pertukaran.
Kelahiran sosiologi lazimnya dihubungkan dengan seorang ilmuwan Prancis bernama Auguste Comte (1798-1857), yang dengan kreatif menyusun sintesa berbagai macam aliran pemikiran, kemudian mengusulkan mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan dasar filsafat empiric yang kuat.
Sedangkan embrio minat memepelajari fenomena agama dalam masyarakat muali tumbuh sekitar pertengahan abad ke-19 oleh sejumlah sarjana Barat terkenal seperti Edward B. Taylor (1832-1917), Herbert Spencer (1820-1903), Friedrich H. Muller (1823-1917), James G. Fraser (1854-1941). Tokoh-tokoh ini lebih tertarik kepada agama-agama primitive. Akan tetapi, pengkajian masalah agama secara ilmiah dan terbina baru mulai sekitar tahun 1900. mulai saat itu hingga menjelang munculnya buku-buku sosiologi agama yang sering disebut dengan nama sosiologi agama klasik.[9]

G.    Obyek, Pendekatan dan Metode Sosiologi Agama
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada batasan mengenai sosiologi agama di atas, maka objek material sosiologi agama adalah masyarakat agama. Seperti masyarakat nonagama umumnya, masyarakat agama terdiri atas komponen-komponen konstitutif, seperti kelompok-kelompok keagamaan, institusi-institusi religius yang mempunyai cirri pola tingkah laku tersendiri, baik ke dalam maupun ke luar, menurut norma-norma dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh agama.
Jika dikatakan bahwa yang menjadi sasaran adalah masyarakat agama, sesungguhnya yang dimaksud bukanlah agama sebagai suatu system ajaran (dogma dan moral) itu sendiri, tetapi agama sejauh ia sudah mengejewantah dalam bentuk-bentuk kemasyarakatan yang nyata atau dengan kata lain agama sebagai fenomena sosial, sebagai fakta sosial yang dapat disaksikan dan sialami banyak orang. Untuk jelasnya sosiologi agama tidak membuat evaluasi mengenai ajaran dogma dan moral yang diyakini pemeluk-pemeluknya sebagai berasal dari “dunia luar”, dunia sacral yang jauh berbeda secara esensial dengan dunia empiris dan oleh karenanya juga tidak dapat disentuh oleh pengkajian empiris. Sebab memberi panilaian atas nilai-nilai adikodrati  (supraempiris) adalah tugas khusus dari teologi dogmatic dan teologi moral dan bukan kopotensi sosiologi agama.
Sedangkan dalam mencapai tujuannya sosiologi agama tidak berbeda dengan sosiologi umum, yaitu menggunakan metode observasi, interview, dan angket mengenai masalah-masalah keagaman yang dianggap penting dan sanggup memberikan data-data yang dibutuhkan. Dengan kata lain, seluruh proses pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif mengikuti tekhnik yang dipakai sosiologi umum.[10]

H.    Fungsi Sosiologi Agama
Akibat bagi sosiologi agama sebagai disiplin sudah jelas; sosiologi agama adalah suatu bagian integral dan bahkan sentral dari sosiologi pengetahuan. Tugasnya yang paling penting adalah untuk menganalisa unsure-unsur normatif dan kognitif di mana suatu universe yang dinyatakan secara sosial (yakni “pengtahuan” mengenai hal ini) diabsahkan.[11]
Kegunaan sosiologi dalam forum keilmuan merupakan suatu sumbangan yang tidak kecil bagi instansi keagamaan. Sebagaimana sosiologi positif telah membuktikan daya gunanya dalam hal mengatasi kesulitan yang muncul dalam masyarakat serta ,menunjukkan cara-cara ilmiah untuk perbaikan dan perkembangan masyarakat, demikian pula sosiologi agama bermaksud membantu para pemimpin agama dalam mengatasi masalah-masalah sosio-religius yang tidak kalah beratnya dengan masalah-masalah sosial nonkeagamaan. Dalam bidang teoretis di mana para ahli keagamaan memerlukan konsep-konsep dan resep-resep ilmiah praktis yang sulit diperoleh dari teologi, maka sosiologi agama dapat memberikan sumbangannya.akhir-akhir ini masyarakat dihadapkan dengan masalah-masalah sosial yang semakin krusial yang tidak lepas dari kekuatan-kekuatan sosial yang bersumber dari persoalan politik, ekonomi, budaya, dan juga keagamaan. Hal ini seringkali menimbulkan gejolak yang menjurus kepada gerakan-gerakan negatif yang bersifat kritis, dalam bentuk unjuk rasa, mimbar terbuka, demonstrasi, dan lain sebagainya. Semua ini bersumber dari perbedaan persepsi dan kecemburuan sosial. Ini kadang-kadang, jika tidak terkendalikan, akan menjurus kepada keberingasan massa.
Melihat begitu beratnya masalah yang dihadapi bangsa ini, maka ilmu yang layak diaharapkan sanggup memberikan jawaban yang khas dan tepat dalam masalah-masalah tersebut di atas tinggalah sosiologi agama. Demikian anggapan sejumlah agamawan terkemuka yang didukung penganut-penganutnya. Akan tetapi, apabila masalah itu dikaji secara sosiologis, masalah yang  bergejolak bukanlah masalah ortodoksi (dogma dan moral), melainkan hanya masalah kebudayaan, pendeknya masalah sosiologis. Misalnya tentang kepemimpinan agama yang membuat pemeluknya tertekan dan menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mencekam karena kurang memahami tekhnik organisasi dan penggunaan kekuasaan dalam situasi yang sudah berubah yang menuntut pergantian struktur dan system baru yang sesuai.[12]




























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sosiologi merupakan studi tentang masyarakat yang mengemukakan sifat atau kebiasaan manusia dalam kelompok, dengan segala kegiatan, dan kebiasaan serta lembaga-lembaga yang penting sehingga masyarakat dapat berkembang terus dan berguna bagi kehidupan manusia, karena pengaturan yang mendasar tentang hubungan manusia secara timbal balik dan juga karena factor-faktor yang melibatkannya serta dari interaksi sosial berikutnya.
            Sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang “interaksi” yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa dorongan-dorongan, gagasan, dan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya, juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi, dan stratifikasi sosial adalah tepat.

B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini tentunya masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik itu dari penulisan redaksi ataupun dari referensi yang masih kurang. Menyadari kekurangan dan kelemahan kami, kami berharap saran dari pembaca makalah ini untuk memberikan masukan-masukan yang nantinya akan menjadi motivasi kami untuk selalu belajar. Kurang lebihnya kami ucapkan terimakasih dan maaf yang sebesar-besarnya.














DAFTAR RUJUKAN

Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta
Robert, Rolang. Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. 1995. PT Raja Grafindo Persada
Nottingham. K, Elizabet. Agama dan masyarakat. 1990.PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
O’dea, Thomas F. Sosiologi Agama. 1985. Jakarta: CV Rajawali
sosiologi\index.htm



[1] Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta. 10
[2] sosiologi\index.htm
[3] O’dea, Thomas F. Sosiologi Agama. 1985. Jakarta: CV Rajawali. Hal: 1-3
[4] Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta. Hal: 29-32
[5] Nottingham. K, Elizabet. Agama dan masyarakat. 1990.PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hal: 74
[6] http://media.isnet.org/islam/Etc/Durkheim.html
[7] Ibid. Hal: 22
[8] http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/hukum-islam/sosiologi-agama
[9] Ibid. hal: 23
[10] Ibid. Hal: 23-25
[11] Robert, Rolang. Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. 1995. PT Raja Grafindo Persada. Hal: 73
[12] Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. 2002. Ghalia Indonesia; Jakarta. Hal: 27

Teori Koneksionisme

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah
Koneksionisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah
laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi
respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk
perilaku mereka.
C ir i dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan
mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar
yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini
sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan
oleh ganjaran (reward) penguatan dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral
dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahlaku adalah
hasil belajar.1
Seperti contohnya dalam teori ini dilakukan percobaan pada binatang seekor
kucing. Pada percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error (selecting and
connecting). Yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba dan membuat
salah. Dalam percobaan ini kucing tersebut cenderung meninggalkan perbuatan X
yang tidak mempunyai hasil. Setiap respon menimbulkan stimulus yang baru.
Selanjutnya stimulus baru itu akan menimbulkan respon lagi
1 Muhaimin, Abdul Ghofur dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. CV Citra Media: Surabaya.
B. Rumusan masalah
1. Apakah teori koneksionisme itu?
2. Bagaimana hukum teori koneksionisme?
C. Tujuan
· Untuk mengetahui teori koneksionisme.
· Untuk mengetahui hokum teori koneksionisme.


BAB II
PEMBAHASAN

Teori ini dikembangkan dalam tahun 1913, 1932, 1935 dan 1968. Menurut
teori ini bahwa belajar bagi hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung
menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan
assosiasi (bond, connection) antara kesan panca indra (sense impression) dengan
kecenderungan bertindak (impulse to action). Proses belajar berlangsung secara
trial and error menurut hukum-hukum tertentu, yaitu hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan (law of exercise); dan hukum efek (law of effect).
Ketiga hukum tersebut merupakan hukum primer (Bigge, Moris L, 1982).2
a. Hukum kesiapan (law of readiness)
Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum kesiapan ini, yaitu
bahwa:
1. Apabila suatu unit tingkah laku telah siap untuk berbuat, maka
penggunaan unit tersebut akan membawa kepuasan, sedangkan apabila
tidak dipergunakannya ia akan terdesak oleh perbuatan-perbuatan lain
yang mengikutinya.
2. Untuk suatu unit tingkah laku yang telah siap dan tidak dipergunakan,
maka akan menimbulkan kerugian (ketidakpuasan) dan menimbulkan
respon yang lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan
itu.
3. Apabila unit tingkah laku belum siap tetapi dipaksakan untuk
bertindak, maka akibatnya juga akan membawa kerugian-kerugian.
Hukum kesiapan ini mengandung makna bahwa kegiatan belajar dapat
berlangsung secara efektif dan efisien bila si pelajar telah memiliki
kesiapan belajar.
2 Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.
b. Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini menyatakan bahwa koneksi antara kondisi dan tindakan akan
menjadi kuat karena latihan dan menjadi lemah karena kurang latihan.
Hukum ini merupakan justifikasi tentang perlunya pelajar mengulangulangi
bahan pelajaran. Semakin sering suatu pelajaran diulang-ulangi,
maka akan semakin dikuasai pelajaran tersebut.
c. Hukum efek (law of effect)
Hukum ini menyatakan bahwa kegiatan belajar yang memberikan efek hasil
belajar yang menyenangkan, seperti hadiah, cenderung untuk diulangi dan
ditingkatkan. Sedangkan kegiatan belajar yang memberikan efek hasil
belajar yang tidak menyenangkan (hukuman atau celaan) cenderung untuk
dihentikan atau tidak diulangi. Hukuman ini merupakan justifikasi
penggunaan pujian atau penghargaan dan celaan atau hukuman sebagai alat
pendidikan.3
Selain hukum primer diatas Thorndike juga menambahkan lima hukum
sekunder yang merupakan prinsip penting dalam belajar dan penerapannya.
Diantaranya:
a. Hukum Reaksi Bervariasi
Pada individu diawali oleh proses trial and error yang menunjukan adanya
bermacam-macam respons sebelum memperoleh respon yang tepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dengan respon saja tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial maupun psikomotor.
c. Hukum Aktivitas Berat Sebelah
Individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus
tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi
(respon selektif)
3 Syah, Muhibbin. 1999, psikologi, PT, logos wacana Ilmu Jakarta
d. Hukum Respon by Analogy
Individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami
karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum
pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru.
Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan labih mudah.
e. Hukum perpindahan Asosiasi
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal
dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit
unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.4
Adapun dalam teori Thorndike tentunya tidak semuanya baik karena
adanya kelebihan dan kekurangan dalam teori tersebut diantaranya:

D. KELEBIHAN

Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu
permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang
berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan
membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.

E. KEKURANGAN

Kegiatan yang terlalu sering dilakukan, akan membuat anak didik menjadi
merasa jenuh yang mungkin saja dapat mengakibatkan dia menjadi merasa
enggan untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya sistem
pemberian hadiah akan membuat sebuah ketergantungan pada anak didik
dalam melakukan sebuah kegiatan.
4 www.uny.ac.id/refleksi_grup/sharefile/files

APLIKASI TEORI THORNDIKE

a. Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan,
respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau
membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan
dengan jelas.
b. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta
didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat
menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.
c. Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus
bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
d. Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah
adanya respon yang benar terhadap stimulus.
e. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila
belum baik harus segera diperbaiki.
f. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan
dalam masyarakat.
g. Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan
anak kelak setelah keluar dari sekolah.
h. Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan
meningkatkan kemampuan penalarannya.5
5 www.uny.ac.id/refleksi_grup/sharefile/files

BAB III
KESIMPULAN

Koneksioisme merupakan suatu asosiasi atas kesan panca indra dengan
impuls untuk bertindak, suatu hubungan dimana terjadi karena adanya suatu
perbuatan bukan pengertian, yang sangat berpengaruh terhadap suatu
respon terhadap sebuah stimulus, suatu hubungan dalam penelitian
Thorndike bukan tepat pada hewan saja melainkan sangat cocok terhadap
pelajar, yang menghubungkan serta menggabungkan beberapa respon dari
sebuah stimulus yang akhirnya timbulnya sebuah kesadaran. Trial and
error merupaka suatu usaha yang positif dalam proses sebiah pembelajaran
yang berakhir dengan keberhasilan, apabila trial and error sudah tepat
untuk dilakukan maka timbullah sebuah "respon yang tepat" maka hadiah,
hukuman serta motivasi sangatlah berperan dalam stimulus dan respon.
Suatu kesiapan, pelatihan serta pengaruh merupakan koneksionime
terhadap proses pembelajaran, dalam kesiapan tentunya ada kesiapan dan
tidak adanya kesiapan kalau segala sesuatu dipaksakan maka timbullah
sesuatu yang sangat merugikan.

DAFTAR PUSTAKA:

Muhaimin, Abdul Ghofur dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar. CV Citra
Media: Surabaya.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.
Syah, Muhibbin. 1999, Psikologi, PT, logos Wacana Ilmu Jakarta
www.uny.ac.id/refleksi_grup/sharefile/files

IKHTIAR


Alhamdulillah detik ini saya masih diberi nafas oleh Yang Maha Kuasa untuk dapat menulis “cerita” hari ini waktu menunjukkan jam 15.07 WIB. Cuaca cerah cenderung panas, pasang kipaspun terasa hangat. yah namanya juga musim panas, walaupun awal bulan sudah dikunjungi mendung dan hujan. Bukan masalah hujan yang akan saya tulis hari ini, melainkan ada poin tertentu yang bisa saya ambil hikmahnya dalam perjalanan hidup saya beberapa hari kemarin.
Tanggal 09 Oktober 2012, seperti biasa saya mengantarkan istri periksa rutin ke dokter spesialis kandungan, di salah satu Rumah Sakit di Babat. Seperti biasa setiap periksa saya selalu berbahagia, karena bisa “nengok” anak kami di dalam kandungan, terlihat jantung yang berdetak-detak, tangan yang bergerak-gerak dan kaki yang menendang-nendang, bahagia sekali ketika saya melihat aktivitasnya di dalam Kandungan Ibunya, seperti layaknya anak kecil yang bertingkah lucu saat masih usia 1-12 bulan. setelah melihat kondisi anak kami yang dikatakan dokter dalam kondisi sehat, tentunya sebagai calon orangtua dari anak pertama merasa sangat bahagia. Namun problem dari awal bulan kandungan masih belum selesai, yaitu plasenta di bawah. Kebetulan istri saya sejak awal bulan mengandung  dan letak plasenta sudah ada di bawah. Yah mau gimana lagi beginilah ketika Tuhan menyentil hambanya bahwa sebenarnya hamba-hamba-Nya ini sangat lemah dan tidak punya upaya apapun jika Tuhan sudah berkehendak. ketika dokter mengatakan plasenta masih di bawah dalam hati ada perasaan sedih tapi karena ini sudah bukan kuasa saya lagi untuk berbuat, akhirnya mau tidak mau bisa diprediksikan ketika sudah menginjak +9 bulan harus dilakukan operasi cesar. Seperti orangtua lainnya, saya pun juga akan mengusahakan apapun yang paling baik untuk anak saya. terlepas dari sisi negatif-positif operasi cesar, dibalik semua itu Allah SWT memberikan pelajaran kembali, kalau dalam kondisi tertentu misal “kesandung” saya bilang sepertinya Tuhan itu suka becanda hehe...sekarang sepertinya bukan becanda lagi, tapi Tuhan sedang memberikan ilmunya pada saya. Ini merupakan “sentuhan” Tuhan yang bisa jadi ingin memberi saya pendidikan bagaimana berumah tangga, ketika akan melewati perjalanan hidup, ada kalanya enak, rejeki mengalir deras, sampai rejeki mengalir seret, layaknya kondisi yang saya jalani sekarang, pada saat ini saya dituntut untuk berikhtiar/mengusahakan semaksimal mungkin tenaga saya untuk memberikan persembahan tiada henti kepada keluarga. dan saat inilah saya diharuskan untuk Ikhtiar, Ikhtiar  adalah sebagai jembatan dan cara seseorang meraih segala yang diinginkan, melalui ikhtiar pula seorang pengusaha sekelas Bill Gates bisa menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Maka jelas sudah dalam kondisi ini dan bahkan disetiap kondisi saya pun juga dituntut untuk berikhtiar, ikhtiar untuk membahagiakan keluarga, mensejahterakan keluarga, baik dari lahiriyah maupun bathiniyah. Sejatinya Tidak ada ikhtiar yang gagal, setiap ikhtiar pasti berhasil, jika gagal dalam mencapai keinginan/cita-cita bisa dikatakan bahwa  ikhtiarnya masih kurang maksimal, karena sebenarnya ikhtiar itu tidak ada batasnya kecuali keberhasilan bukan kegagalan.
Melalui pelajaran ikhtiar ini mudah-mudahan Allah memberikan segala kemudahan dalam setiap jengkal langkah ini, dan senantiasa dekat dengan perintah-perintahnya. amin 213x...
By: Ares Made Rasta

Rahasia Awet Muda





Banyak orang yang mengeluhkan keadaan kulit dan wajah mereka yang tampak lebih tua daripada umur sebenarnya. Untuk mengatasi masalah ini, ada 7 rahasia agar Anda tetap tampak awet muda:

1.Selalu merasa bahagia

Merasa bahagia adalah salah satu kunci utama agar tetap terlihat awet muda. Dalam setiap kegiatan, usahakan agar apa yang Anda lakukan sesuai dengan apa yang Anda inginkan. Hindari stres, perasaan bersalah dan tertekan karena paksaan orang lain. Ingat, apa yang Anda rasakan akan tercermin pada wajah Anda. Jadi, orang yang sedang bahagia, wajahnya akan terlihat berseri-seri, santai dan lebih muda daripada usia sebenarnya.

2.Banyak bergerak

Berolahraga adalah cara agar awet muda. Lakukan joging, jalan cepat, bersepeda maupun berenang sekitar 30 menit setiap hari. Dengan olahraga, risiko terkena serangan jantung, osteoporosis, dan kanker pun akan mengecil. Olahraga teratur dapat menambah fleksibilitas otot, memperkuat tulang, serta mengurangi stres, karena sel-sel tubuh mendapat lebih banyak oksigen. Tidur Anda pun akan nyenyak.

3.Konsumsi vitamin C

Vitamin C bisa Anda peroleh dari buah-buahan segar (terutama jeruk), sayur-mayur berwarna hijau (brokoli dan lain-lain) atau suplemen vitamin C sebanyak 1000 mg perhari. Vitamin C terbukti bisa meningkatkan daya tahan tubuh, mengurangi risiko terkena kanker dan melindungi tubuh dari efek yang ditimbulkan oleh polusi. Di samping itu, perbanyak minum air putih. Meminum air putih 8 gelas per hari akan mengurangi stres, menjaga kesegaran kulit, serta memperlancar kerja organ tubuh.

4.Gunakan pelindung UV

Matahari adalah salah satu faktor utama penyebab penuaan dini. Oleh karena itu, gunakan selalu lotion pelembab secara teratur setiap hari, khususnya bila akan bepergian, agar kulit tetap segar, lembab dan tidak terbakar sinar matahari, terutama sinar ultra violet (UV).

5.Istirahat cukup

Manusia butuh sekurang-kurangnya 8 jam setiap hari untuk tidur. Istirahat cukup bermanfaat untuk menghindari terbentuknya kantung mata, kulit keriput dan wajah kusam.

6.Perhatikan penampilan

Penampilan dan tata rias wajah juga memegang peranan penting. Meski usia terus bertambah, tetap perhatikan jenis kosmetik yang Anda pakai. Gunakan make-up tipis untuk kesan natural dengan tetap memperhatikan kondisi dan jenis kulit Anda.

7.Optimis

Orang yang pesimis selalu tidak percaya diri, gampang putus asa, dan tak pernah memperhatikan penampilan, yang bisa berakibat depresi. Jadi, berusahalah menjadi orang yang optimis dalam segala hal, sebab ini akan membuat hidup Anda akan lebih sehat dan bahagia. (Tabloid Nova)

Total Tayangan Halaman

Its me

Its me

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More